Autopoiesis Fadli, dari Baku Sindir hingga Buku Kinerja DPR
.

MONITORDAY.COM – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Fadli Zon terlibat baku sindir dengan dua Menteri Kabinet Jokowi.
Awalnya, dalam beberapa bagian rangkaian tweet Fadli soal 10 tahun Gerindra, Fadli menyindir kinerja Pemerintahan Jokowi terutama Kementrian di bawah Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani.
“Di tempat lain, kita membangga-banggakan jumlah kapal nelayan asing yang berhasil ditenggelamkan, serta klaim populasi ikan yang meningkat,” cuit Fadli yang ia tujukan untuk Menteri Susi.
Susi yang merasa gerah dengan sindiran Fadli tersebut lalu menanggapi dan balik menyindir Fadli, “Ukuran keberhasilan yang anda lakukan apa Pak Fadly?”, cuit Susi menanggapi Fadli.
Seolah ingin mengobarkan perdebatan ala ‘Polemik Kebudayaan’ era 1935-1939, Fadli pun balik menjawab dan menyebutkan 3 buah buku yang telah ditulis dan diterbitkannya sebagai jawaban untuk Susi.
“Saya tuangkan dalam 3 buku “Berpihak pada Rakyat”, apa yang saya lakukan (bukan klaim keberhasilan) kurun waktu 2014-2015, 2015-2016, 2016-2017 sebagai anggota DPR RI’, balas Fadli.
‘Buku Berpihak pada Rakyat’ diluncurkan Fadli Zon di Media Center DPR Ri, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, tak lama setelah terlibat baku sindir dengan Susi, Kamis (8/2/2018).
Melalui 3 buku yang ia tulis sejak 1 Oktober 2014 hingga 30 September 2017 tersebut, Fadli Zon menyampaikan catatan pencapaian kinerjanya selama menjabat sebagai pimpinan di Parlemen. "Buku laporan kinerja ini merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksana tugas pokok sebagai wakil rakyat," ujar Fadli.
Catatan pertanggungjawabannya sebagai wakil rakyat itu dituangkan dalam buku tersebut agar masyarakat kelak bisa melihat hasil pencapaian kinerjanya. Menurut Fadli, buku tersebut tidak hanya ditujukan bagi masyarakat, namun juga kepada konstituen di Dapil V Bogor.
Dari rangkaian baku sindir atau ‘polemik’ yang ia jalani, lalu peluncuran ketiga bukunya, Fadli Zon (meminjam istilah Luhman) seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya tengah memproduksi dirinya sendiri, memperlicin proses produksi gagasan dan pertanggungjawaban serta pengujian gagasan-gagasan itu, atau ‘auotopoiesis’. Entah untuk apa.
[M.Sagara Ilmi]