Amandemen Terbatas dan Bayang-bayang Kotak Pandora

Amandemen Terbatas dan Bayang-bayang Kotak Pandora
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo/ net

MONITORDAY.COM -Konstitusi atau Undang-undang Dasar sangat penting bagi sebuah negara. Aturan dasar yang menjadi acuan bersama bagi seluruh warga negara. Begitu pentingnya hingga ada Mahkamah Konstitusi.  Posisinya sangat sentral dalam sistem hukum dan perundang-undangan. Semua aturan harus tunduk, selaras, dan tidak boleh ber tentangan dengan isi konstitusi. Jika bertentangan harus dibatalkan dan putusan MK bersifat final dan mengikat. 

Wacana amandemen terbatas menguat kala Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menggulirkannya. Ia menegaskan amandemen terbatas UUD 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora. Khususnya, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan dan wakil presiden menjadi tiga periode. Bamsoet menjamin amandemen hanya untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Jika ada usulan amandemen tentu ada sebuah alasan kuat. Bukan tak mungkin sebuah usulan amandemen akan membuka kotak pandora. Jika itu terjadi maka sangat banyak energi bangsa yang akan terkuras.  Perdebatan dan tarik menarik logika dan kepentingan akan terjadi di ruang parlemen, bahkan di ruang publik. 

Di negara kiblat demokrasi seperti Amerika Serikat (AS), perkara amandemen sudah terjadi berulang kali. Kita sering mendengar atau membaca pernyataan yang disandarkan pada pasal atau ayat amandemen atas Konstitusi AS.

Saat reformasi kita melakukan perubahan besar. Ada amandemen atas pasal-pasal tertentu dari UUD 1945. Tak semua orang merasa senang atau puas dengan amandemen. Namun secara umum sebuah perubahan mendasar telah menuntun Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis. 

Gagasan amandemen berada dalam bayang-bayang kekhawatiran adanya kemungkinan perpanjangan periode kekuasaan Presiden Jokowi. 

"Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau mempertanyakan apakah amandemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodisasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode?" ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (14/8).

Sikap politik Bamsoet cukup beralasan. Meski demikian politik selalu tak terduga. Apa yang diyakininya belum tentu menjadi jaminan bagi semua bahwa amandemen ini tak akan mencederai kehendak rakyat. Bamsoet berdalih bahwa ia melakukan tugas konstitusional. Meski para pengkritiknya mencurigai ada agenda terselubung terkait upaya perpanjangan masa jabatan presiden. 

Politisi Glokar itu tetap pada keyakinannya bahwa amandemen ini untuk kepentingan menjamin keberlangsungan arah pembangunan melalui PPHN. Bamsoet menegaskan bahwa sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar. Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari para anggota DPR RI lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait, terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya. 

Seusai PPHN selesai dikaji, MPR akan menjalin komunikasi dengan pimpinan partai politik, kelompok DPD, dan stakeholder lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk membangun kesepahaman tentang urgensi adanya PPHN.

Semua mekanisme itu telah diatur dalam Undang-undang. Jika semua pimpinan partai politik sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan amandemen, pimpinan MPR baru akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amandemen UUD 1945 sesuai pasal 37 UUD 1945.