Peluang Ekspor Jamu di Tengah Pandemi
Di tengah pandemi Covid-19, Kementerian Perdagangan mencatat ekspor jamu Indonesia ke beberapa negara tercatat meningkat.

MONDAYREVIEW.COM – Jamu merupakan minuman kesehatan yang menjadi bagian dari khazanah kebudayaan bangsa. Walaupun jamu adalah minuman tradisional, namun produksi jamu telah menggunakan teknologi modern. Hal ini membuat konsumsi jamu menjadi lebih praktis, misalnya dengan menyeduhnya langsung dari kemasan sachet. Tentu masih mudah ditemukan juga pedagang jamu yang menyajikan jamu dalam bentuk tradisional. Seperti yang kita temui dalam ibu-ibu pedagang jamu yang berjualan di pagi hari.
Pandemi menjadi peluang bagi produsen jamu untuk lebih memasyarakatkan jamu. Selama ini masyarakat kita lebih mengenal budaya ngopi sebagai aktifitas minum kopi diiringi dengan obrolan santai. Padanan dari ngopi adalah ngejamu bagi seorang yang memilih mengkonsumsi jamu untuk kebugaran tubuhnya. Ngejamu perlu lebih massif disosialisasikan mengingat efeknya lebih bagus bagi kesehatan dibanding ngopi. Pandemi merupakan momentum strategis memasyarakatkan ngejamu sebagai alternative dari ngopi.
Pandemi juga menjadi peluang bagi peningkatan ekspor jamu ke luar negeri. Di tengah pandemi Covid-19, Kementerian Perdagangan mencatat ekspor jamu Indonesia ke beberapa negara tercatat meningkat. Demikian dikemukakan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam webinar "Jamu Modern untuk Pasar Indonesia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa", Selasa (15/9). Menurut dia, sepanjang Januari-Juli 2020, ekspor biofarmaka ke Timur Tengah mencapai nilai US$ 38,82 ribu atau naik 511,41% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 6,35 ribu.
Di samping itu, ekspor jamu juga meningkat ke Amerika Serikat sebesar 8,36% dan ke Eropa meningkat 5,26%. Namun secara keseluruhan ekspor jamu Indonesia pada Januari-Juli 2020 mencapai US$ 5,69 juta atau turun 12,60% dibanding periode yang sama tahun 2019 sebesar US$ 6,51 juta. Pada 2019, Indonesia baru menempati posisi ke-18 eksportir jamu terbesar di dunia. Menurut Agus Suparmanto, pemasok produk biofarmaka ke dunia masih didominasi oleh India dengan pangsa pasar 34,88%, Tiongkok sebesar 28,10%, dan Belanda 7,16%. Menurut Agus, nilai ekspor produk biofarmaka Indonesia memang turun. Namun, dalam kondisi pandemi ini, Indonesia masih berpeluang meningkatkan ekspor jamu dengan mengekspansi pasar ekspor. Hal ini dapat dilakukan dengan terus melakukan promosi.
Untuk meningkatkan daya saing, Mendag mengatakan, industri jamu harus terus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Penggunaan teknologi dalam proses produksi merupakan hal vital di era industri 4.0. Menurut dia, untuk mengembangkan penjualan produk jamu, pengusaha dapat meningkatkan akses ke pasar ekspor dan menjaga pasar dalam negeri enggan menerapkan distribusi omnichannel. Menurut Agus, pengusaha jamu bisa menggunakan saluran distribusi online melalui marketplace, media sosial, situs web, dengan tetap menjaga saluran distribusi offline. Mendag berpesan kepada industri jamu untuk turut bantu daya saing UMKM jamu. Upaya ini dapat dilakukan dengan kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti kementerian, lembaga, dan asosiasi terkait. Keberhasilan UMKM jamu naik kelas akan berdampak positif terhadap perekonomian nasional, dan industri jamu itu sendiri.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, mengatakan selama pandemi Covid-19, kebutuhan Tiongkok terhadap obat tradisional atau obat berbahan baku herbal mengalami peningkatan sekitar 32,82%. Sepanjang Januari-Juli 2020, India menjadi negara eksportir jamu terbesar ke Tiongkok dengan nilai ekspor mencapai US$ 11,15 juta atau 22,02% dari total ekspor jamu ke Tiongkok. Sementara itu, pada saat yang sama, Indonesia berada di posisi ke-11 dengan nilai ekspor senilai US$ 1,12 juta atau 2,21% dari total ekspor.
Menurut dia, pihak kedutaan besar terus menginformasikan terkait kiat memasarkan jamu ke Tiongkok. Menurut dia, untuk mengekspor produk ke Tiongkok, pelaku usaha harus memiliki semangat kemitraan jangka panjang, memenuhi regulasi baik di dalam negeri maupun di Tiongkok, terbuka terhadap peluang investasi, dan berfokus mempertahankan mutu produk.