Menolak Politisasi G30S/PKI
G30S/PKI perlu menjadi hal yang terus diajarkan dan diperingati kepada generasi penerus bangsa. Namun G30S/PKI jangan dijadikan alat politik untuk meraih simpati dan kekuasaan.

MONDAYREVIEW.COM – Peristiwa Gerakan 30 September merupakan salah satu babak sejarah yang paling berpengaruh dalam perjalanan bangsa. Peristiwa ini pada akhirnya selain menewaskan 7 Jenderal pahlawan revolusi, juga mengakibatkan jatuhnya jutaan korban akibat keputusan membubarkan PKI yang dianggap dalang dari G30S. Malam jahanam pembunuhan para jenderal dan jatuhnya korban jutaan warga sipil yang tertuduh PKI tanpa bukti merupakan tragedy yang tak boleh terulang sampai kapanpun. Tragedi ini mesti menjadi pelajaran bagi generasi selanjutnya bahwa kita pernah mengalami masa yang sangat kelam, dimana nyawa menjadi sangat murah harganya.
G30S/PKI perlu menjadi hal yang terus diajarkan dan diperingati kepada generasi penerus bangsa. Namun G30S/PKI jangan dijadikan alat politik untuk meraih simpati dan kekuasaan, apalagi untuk menuduh lawan politik sebagai PKI. Hal ini merupakan tindakan tidak terpuji, yakni membuat kegaduhan bangsa untuk kepentingan diri sendiri. Adalah Gatot Nurmantyo pendiri KAMI yang menyatakan bahwa dirinya diberhentikan dari panglima TNI karena mengadakan nobar film pengkhianatan G30S/PKI. Namun jejak digital menunjukan bahwa justru Jokowi ikut menonton film tersebut bersama Gatot. Jejak digital juga menunjukan bahwa dirinya sempat mengeluarkan pernyataan agar kita jangan termakan oleh isu PKI. Sebuah pernyataan yang sangat berlawanan dengan sikapnya saat ini.
Kita boleh saja waspada akan kebangkitan kembali PKI dalam bentuk lain. Namun kita tidak boleh paranoid bahwa PKI merupakan ancaman besar yang sedang mengintai kita. Jika PKI pun masih ada, maka yang lebih mengancam negeri ini adalah kapitalisme dan oligarki. Anehnya justru sebagian dari kita sangat mesra dengan oligarki yang dampaknya sangat nyata, yakni merusak lingkungan dan juga bisa mendikte penguasa. Jangan sampai gajah di depan mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak. PKI yang belum jelas dimana adanya sekarang dianggap begitu nyata, sementara perusahaan-perusahaan perusak lingkungan yang sangat tampak kita abaikan.
Isu G30S/PKI memang sangat emosional dan seksi, isu ini dianggap bisa membangkitkan sentiment massa dalam jumlah besar. Tapi yang harus diingat, sebagian kelas menengah di Indonesia juga sudah sangat cerdas. Di era informasi sekarang ini kita tidak hanya mendapatkan informasi soal G30S/PKI dari satu sumber, namun sumber-sumber lain pun sudah banyak dibahas. Karena itu kita relative punya banyak pilihan informasi mana yang bisa kita percaya. Hal ini akan menyulitkan pihak-pihak yang ingin menggunakan G30S/PKI untuk tujuan politik. Masyarakat yang cerdas akan berpolemik soal G30S dalam kerangka ilmiah. Sementara masyarakat yang kurang membaca akan lebih mudah didoktrin mengenai G30S/PKI dan dibangkitkan emosinya.
Kata Bung Karno, Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Sejarah kita pelajari untuk diambil hikmahnya, bukan untuk membangkitkan sentiment dan kebencian apalagi untuk meraih kekuasaan. Sebagai masyarakat kita juga harus cerdas dan melek literasi agar tak mudah dibodohi oknum politisi yang ingin mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi.