Waspadai Dampak Booming Komoditas

Waspadai Dampak Booming Komoditas
Booming komoditas sangat mungki terjadi seiring pemulihan ekonomi sejumlah negara besar. Permintaan sawit salah satunya/ Antara

MONITORDAY.COM - Pandemi belum berakhir. Secara global angka penularan masih menanjak. India, Brazil, dan sejumlah negara di benua Eropa masih berjuang keras menghadapi gelombang baru pandemi. Sejalan dengan itu upaya dunia memulihkan ekonomi terus berjalan. Mau tak mau semua negara berjuang agar bangkit dari situasi yang sulit ini. Dan indikasi pemulihan ekonomi di beberapa negara semakin terlihat.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani pemulihan ekonomi sejumlah negara besar berpotensi menimbulkan commodity boom seperti yang terjadi pada 2009 silam. Pemulihan beberapa negara besar dalam perekonomian, seperti China, AS, dan Eropa akan membuat harga komoditas meningkat sangat kuat. Ini mirip seperti 2009 yang akan memunculkan boom komoditas, yang harus diantisipasi, positif maupun negatif.

Commodity boom adalah fenomena dimana permintaan komoditas negara tersebut mulai pulih sehingga mendorong harganya naik. Commodity booming merupakan era kejayaan bagi sejumlah komoditas, seperti batu bara, minyak sawit, dan karet. Fenomena kenaikan harga komoditas secara global itu terjadi pada akhir 2009 dan berakhir pada 2014.

Dampak commodity booming, pertumbuhan Indonesia mencapai 6,5 persen pada 2011 di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di saat itulah Indonesia terlena hingga agenda pertumbuhan industri terbengkalai. Komoditas dalam bentuk bahan mentah diekspor dan mendatangkan cuan yang membuat kita terlena.    

Para pakar investasi memprediksi tren kenaikan baru pasar komoditas baru akan menyaingi ledakan yang digerakkan oleh China pada tahun 2000-an, dan lonjakan harga minyak pada tahun 1970-an. Fundamental sekarang sudah siap untuk memulai pasar yang baru, struktural, dan  bullish  

Harga komoditas telah melonjak dari titik terendahnya pada musim semi lalu. Tembaga, bijih besi, dan kedelai telah meningkat ke level tertinggi dalam lebih dari enam tahun, didorong oleh pembelian besar-besaran di China. Tetapi sekarang para importir China bergabung dengan investor makro global, tertarik pada komoditas sebagai pertaruhan pemulihan ekonomi global, serta sebagai pelindung terhadap prospek inflasi yang tinggi.

Komoditas adalah stereotip aset siklus, yang kenaikan dan penurunannya sejalan dengan pergerakan ekonomi global. Harapan pemulihan ekonomi, telah menempatkan mereka pada urutan pertama untuk mendapatkan keuntungan, setelah vaksin Covid-19 dilluncurkan.

Antusiasme menandai perubahan haluan untuk kelompok aset yang tidak banyak diperhatikan selama bertahun-tahun. Meskipun investor masuk ke komoditas karena harga melonjak dalam satu dekade hingga 2011 lalu, namun setelah itu sektor ini memburuk.

Industri  hedge fund  secara keseluruhan telah mengalami arus keluar tahun ini, tetapi  hedge fund  yang berfokus pada komoditas terus mengalirkan dananya.

Siklus kredit China telah mencapai puncaknya, dan memperkirakan harga logam dasar yang lebih rendah selama tahun 2021. Meskipun beberapa pihak mengkhawatirkan akan kenaikan inflasi, yang lain hanya melihat sedikit kekhawatiran, dengan alasan bahwa kegiatan ekonomi global akan tetap di bawah kapasitasnya selama bertahun-tahun.

Banyak pihak mengekspektasikan paket stimulus yang menargetkan elektrifikasi transportasi dan pertumbuhan energi terbarukan akan meningkatkan permintaan logam. Dan bursa komoditas cenderung akan riuh dengan transaksi. Hal yang mesti kita waspadai setidaknya dengan berupaya membangun industri yang mampu memberi nilai tambah dan membuka lapangan kerja.