Menengok PaDi UMKM, Laman UMKM, dan Bela Pengadaan
Jika UMKM punya produk dengan kualitas yang bagus semestinya dapat menjadi penyedia barang dan jasa Pemerintah. Selama ini kebanyakan hanya pemain besar atau pengusaha yang memilik akses yang menguasai jalur pengadaan ini. Alhasil lebih banyak yang hanya jadi ‘makelar’ atau calo. Barang-barang itu pun diimpor dari negara lain.

MONDAYREVIEW.COM - Jika UMKM punya produk dengan kualitas yang bagus semestinya dapat menjadi penyedia barang dan jasa Pemerintah. Selama ini kebanyakan hanya pemain besar atau pengusaha yang memilik akses yang menguasai jalur pengadaan ini. Alhasil lebih banyak yang hanya jadi ‘makelar’ atau calo. Barang-barang itu pun diimpor dari negara lain.
Momentum pandemi menjadi saat yang tepat untuk memulai. Pemerintah yang harus berfihak pada UMKM terutama yang mampu menghasilkan barang dan jasa. Tak hanya mereka yang jadi trader, justru prioritasnya bagi mereka yang berada di hulu sebagai produsen. Mereka yang memberi nilai tambah dan inovatif.
Kualitas tentu ada standarnya. Tak asal produk UMKM lalu bebas melenggang dalam pengadaan. Jika tak dijaga kelak pasti akan menjadi bumerang. Kebijakannya akan kembali lagi memihak pemain kuat atau importir.
Hal itulah yang saat ini dibenahi oleh Pemerintah. Semua pemangku kepentingan sudah seharusnya menyadari untuk mementingkan nasib ekonomi bangsa. Jika hanya mengejar keuntungan dalam pengadaan barang dengan cara mengimpor dan menjadi perantara tentu tak akan memberi tetesan kue ekonomi bagi UMKM atau pengusaha kecil.
Pengusaha harus diberikan pula kemudahan bahkan insentif agar mampu menjalankan usahanya dengan lancar. Jika perizinan dan biaya logistik kompetitif tentu akan membuat produk UMKM semakin meningkat daya saingnya.
Dalam kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa Pemerintah, pelaku UMKM dapat mengakses tiga platform digital yang diperuntukkan bagi UMKM untuk transaksi pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Yaitu, Pasar Digital (PaDi) UMKM, Bela Pengadaan, dan Laman UKM.
UMKM harus aktif mengikuti pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Pasalnya, ini adalah peluang bisnis yang sangat besar dan harus dimanfaatkan pelaku UMKM. Keterangan ini disampaikan oleh Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 16/2018 mewajibkan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah mencadangkan belanja pengadaan yang nilainya sampai dengan Rp2,5 miliar untuk UMKM. Ketentuan ini tentu tidak serta merta menyingkirkan pemain lama. Namun ada upaya untuk membuka peluang bagi UMKM untuk bersaing dan pada akhirnya ketika sudah naik kelas dapat menjadi penyedia yang semakin baik kapasitas dan kualitas produknya.
Pelibatan UMKM ini juga diperkuat dalam UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa 40 persen dari pengadaan barang dan jasa Pemerintah diperuntukkan bagi UMKM. Dalam pelaksanaannya harus dikawal dengan baik agar taka da modus untuk menggunakan baju UMKM sekedar namun di dalamnya pemain lama yang memanfaatkan sehingga kompetisi sehat tak terjadi.
Pemerintah menegaskan bahwa ini bukan program yang dibuat hanya saat pandemi, tapi program yang akan berlangsung terus menerus. Semua aplikasi itu diperuntukkan bagi pelaku UMKM. Tak terlepas pula dari digitalisasi UMKM sebagai entitas bisnis yang adaptif di era teknologi informasi.
UMKM diminta memperhatikan kualitas produk yang akan masuk dalam transaksi belanja Pemerintah. Dimana produk harus memenuhi standar yang ditetapkan dan bahkan dapat bersaing secara global. Misalnya, Pemerintah butuh furnitur untuk kantor, tapi baru sebulan dibeli sudah rusak. Ini akan jadi temuan BPKP. Pelaku UMKM harus berpikir bisnis tidak lagi sekadar atau asal produksi. Dan melalui pelatihan diharapkan UMKM dapat segera masuk dalam laman transaksi pengadaan barang dan jasa Pemerintah.