Waspada Meski Neraca Perdagangan Positip
Ekonomi Indonesia masih ditopang sektor konsumsi. Itulah mengapa positipnya neraca perdagangan mesti diwaspadai. Karena ekspor kita turun dan impor turun tajam dibandingkan tahun lalu. Impor yang turun tajam adalah impor barang modal. Ini berarti kinerja sektor riil kita memprihatinkan.

MONDAYREVIEW.COM – Ekonomi Indonesia masih ditopang sektor konsumsi. Itulah mengapa positipnya neraca perdagangan mesti diwaspadai. Karena ekspor kita turun dan impor turun tajam dibandingkan tahun lalu. Impor yang turun tajam adalah impor barang modal. Ini berarti kinerja sektor riil kita memprihatinkan.
Neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari hingga Agustus 2020 tercatat surplus US$ 11,05 miliar. Catatannya, ekspor pada periode tersebut adalah sebesar US$ 103,15 miliar atau turun 6,51 dari periode yang sama tahun lalu. Sementara, impor tercatat US$ 92,10 miliar, turun 18,06 persen dari tahun lalu atau lebih dalam dari penurunan ekspor.
Kenaikan impor bulan Agustus disebabkan adanya kenaikan impor pada golongan barang konsumsi dan bahan/baku penolong, yaitu masing-masing sebesar 7,3 persen dan 5,0 persen MoM. Sedangkan, impor barang modal mengalami penurunan sebesar 8,8 persen.
Beberapa bahan baku/penolong yang mengalami peningkatan pada Agustus 2020 antara lain emas naik 45,2 persen, besi baja naik 23,3 persen, serealia naik 30,4 persen, serta plastik dan barang dari plastik naik 7,9 persen.
Meningkatnya impor emas disebabkan naiknya harga emas dan logam mulia. Harga emas pada Agustus 2020 tercatat naik 6,6 persen dibandingkan Juli 2020. Nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2020 yaitu tercatat sebesar US$13,1 miliar atau mengalami penurunan 4,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM). Penurunan ini terutama terjadi pada ekspor nonmigas, yaitu sebesar 4,4 persen atau senilai US$0,6 miliar.
Penurunan ekspor nonmigas Agustus 2020 dipicu oleh menurunnya ekspor beberapa komoditas utama Indonesia, seperti lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, dan logam mulia, perhiasan/permata. Penurunan nilai ekspor bahan bakar mineral disebabkan adanya penurunan harga batu bara.
Sedangkan, penurunan produk lemak dan minyak hewan/nabati dikarenakan adanya penurunan permintaan impor di China yang merupakan negara tujuan ekspor produk crude palm oil (CPO) Indonesia.
Sementara itu, beberapa produk ekspor nonmigas justru mengalami pertumbuhan bulanan yang signifikan, yaitu bijih, terak, dan abu logam (HS 26), barang dari besi dan baja (HS 73), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87). Peningkatan nilai ekspor bijih, terak, dan abu logam (26), terutama dipicu oleh lonjakan ekspor biji tembaga dan konsentratnya sebesar 74,92 persen.
Minyak nabati adalah minyak yang disari/diekstrak dari berbagai bagian tumbuhan. Minyak ini digunakan sebagai makanan, bahan penggorengan, pelumas, bahan bakar, bahan pewangi (parfum), pengobatan, dan berbagai penggunaan industri .
Beberapa jenis minyak nabati yang umum digunakan ialah minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak zaitun, minyak lobak, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari. Margarin adalah mentega buatan yang terbuat dari minyak nabati.
Nilai ekspor lemak dan minyak hewan/nabati yang di dalamnya ada crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah) Sumut hingga Juli 2020 sudah naik 2,47 persen dibandingkan periode sama 2019.
Data BPS Sumut menunjukkan bahwa setelah beberapa bulan sebelumnya nilai ekspor golongan barang itu masih melemah, maka di Juli sudah bergerak naik 2,47 persen menjadi 1,622 miliar dolar AS. Pada periode sama 2019, nilai ekspor golongan barang itu masih sebesar 1,583 miliar dolar AS.
Kenaikan nilai ekspor sudah terjadi sejak Juni dan terus naik tiap bulannya. Pada Juli, nilai ekspor lemak dan minyak hewan/nabati sudah 271,682 juta dolar AS dari Juni yang masih 242,996 juta dolar AS dan pada Mei 177,321 juta dolar AS.
Nilai ekspor didorong kenaikan volume dan harga ekspor golongan barang tersebut dampak berbagai faktor. Diduga harga CPO memang tren naik karena ada gangguan produksi minyak kedelai dan era normal baru.
Meski masih agak ragu akibat akan ada panen raya tandan buah sawit (TBS), harga CPO diperkirakan tetap membaik hingga akhir tahun 2020. Mendekati akhir tahun, biasanya permintaan banyak untuk stok awal tahun baru dan itu akan mendorong kenaikan harga jual.