Wamen ATR Surya Tjandra : Publik Harus Bersuara Soal Ketimpangan Agraria

Wamen ATR Surya Tjandra : Publik Harus Bersuara Soal Ketimpangan Agraria
Wamen ATR Surya Tjandra/ tangkapan layar Youtube

MONITORDAY.COM - Amanat konstitusi sangat jelas bahwa Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tersirat di dalamnya pesan bahwa negara harus mengupayakan pemerataan aset terutama tanah atau lahan yang menjadi tempat hidup dan sumber penghidupan rakyat. 

Soal pencabutan izin dan evaluasi perizinan Presiden sudah lama menginginkan. Presiden Joko Widodo sangat konsen tentang isu lahan. Mengingat banyak proses perizinan termasuk pelepasan hutan untuk kegiatan perkebunan, pertambangan. Bahkan sebagian mendapat Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB). Sayangnya, izin tersebut tidak digunakan secara efektif dan tidak sesuai dengan permohonan saat pengajuan izin. Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Virtual Kopi Pahit bertajuk “Jokowi Bongkar Ketimpangan SDA, Selanjutnya Apa?” yang diinisiasi Monday Media Group pada Senin (10/1/2021). Hadir sebagai narasumber Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Surya Tjandra. Sebagai penanggap hadir Dumawati dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Johan dari Universitas Muhammadiyah Cirebon, Dani Setiawan,  dan Muhammad Taufan Agasta dari MMG.   

Pertama, Perlu waktu untuk koordinasi kebijakan lintas sektor. Sebagai ilustrasi adalah izin usaha pertanian yang mengeluarkan izin adalah Kementerian Pertanian. Kemudian ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan. Proses berlanjut ke Pemerintah Daerah. Kemudian baru ke Badan Pertanahan Nasional untuk pengajuan HGU.  

Kedua, Indonesia menganut dua rezim kekuasaan atau hukum terkait perizinan lahan, yakni rezim kehutanan dan agraria. Terkadang ada overlapping. Ada lahan hutan dan non-hutan. Dan jumlah lahan hutan lebih banyak. Koordinasi terus berlanjut dan sejauh ini sudah berada pada jalur yang tepat. 

Ketiga, BPN tidak punya tanah. Yang punya tanah Kementerian Kehutanan. Sehingga dari hulu perizinan HGU dan izin lainnya harus dilakukan dengan cermat. Sehingga tidak banyak HGU yang mangkrak. Sehingga masuklah reforma agraria menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN). 

Keempat, salah satu program yang paling nyata dari Reforma Agraria adalah bagi-bagi tanah.  Termasuk di dalamnya legalisasi aset dan redistribusi Aset. Yang banyak dipertanyakan adalah program legalisasi aset yang terkesan hanya bagi-bagi sertifikat tanah atas sebuah lahan yang memang menjadi hak dan dalam penguasaan yang bersangkutan. Bagaimanapun hal ini penting mengingat banyak kasus tanah yang diserobot mafia tanah. 

Kelima, masalah konflik agraria atau konflik pertanahan menjadi perhatian Jokowi. Para pegiat LSM yang selama ini mengadvokasi rakyat terkait konflik tanah sudah diundang Jokowi ke istana untuk mencari solusi jangka panjang. 

Pesan penting yang juga diungkapkan Wakil Menteri ATR adalah pentingnya publik untuk bersuara dalam mengatasi berbagai ketimpangan dan persoalan terkait agraria dan penguasaan serta pengelolaan Sumber Daya Alam.