Dugaan Huawei Menjadi Proxy Cina

Mungkinkah sebuah entitas bisnis menjadi proxy bagi negara asal perusahaan tersebut untuk mengambil keuntungan dari data negara lain? Hal itulah yang saat ini menjadi perbincangan hangat menyusul kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan telekomunikasi Cina. 

Dugaan Huawei Menjadi Proxy Cina
Kantor Pusat Huawei

MONDAYREVIEW.COM- Mungkinkah sebuah entitas bisnis menjadi proxy bagi negara asal perusahaan tersebut untuk mengambil keuntungan dari data negara lain? Hal itulah yang saat ini menjadi perbincangan hangat menyusul kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan telekomunikasi Cina. 

Raksasa telekomunikasi Huawei telah menjadi fokus pengawasan internasional. Kemungkinan untuk itu tentu ada mengingat perkembangan teknologi yang mereka miliki dan kecenderungan politik negara itu dalam mengintervensi pihak swasta.  Beberapa negara meningkatkan kekhawatiran keamanan tentang produk-produknya.

Pada 1 Desember, kepala keuangan perusahaan, Meng Wanzhou, ditangkap di Kanada. Pada sidang pengadilan di Vancouver pada tanggal 7 Desember terungkap bahwa dia dicari di AS atas tuduhan penipuan terkait dengan dugaan melanggar sanksi AS terhadap Iran.

Tak hanya AS, Jepang pun mengambil langkah yang cukup mengejutkan. Pemerintah Jepang akan berhenti membeli peralatan dari Huawei, dan saingannya produsen Cina ZTE. Langkah ini dinilai memiliki dampak yang sangat signifikan oleh para pengamat ekonomi. 

Hal ini dipicu oleh sejumlah alasan. Ada kekhawatiran bahwa China menggunakan Huawei sebagai proxy sehingga dapat memata-matai negara-negara pesaing dan mengambil informasi yang bermanfaat.  Sementara itu Huawei menyangkal berbagai dugaan spekulatif itu. Huawei menyatakan bahwa mereka independen dan tidak memberikan apa pun kepada pemerintah Cina, selain dari pajak yang relevan.


Di lain pihak, para pengkritik mempertanyakan seberapa bebasnya bisnis utama Tiongkok dari pengaruh Beijing. Mengingat  Cina begitu kuat sebagai negara yang secara ekonomi saat ini sangat terbuka dan kapitalistik namun secara politik masih berada dalam sistem sosialisme dan komunisme yang otoritarian. 

Mereka menunjukkan bahwa pendiri media-nya, Ren Zhengfei, adalah seorang mantan insinyur di kesatuan militer negara itu dan bergabung dengan Partai Komunis pada tahun 1978. Latar belakang tersebut menimbulkan sejumlah kecurigaan yang beralasan. 

Sementara itu Huawei sangat ingin menggambarkan dirinya sebagai perusahaan swasta yang dimiliki oleh karyawannya yang tidak memiliki ikatan dengan pemerintah Cina di luar mereka yang wajib pajak. Mereka mengklaim independensi mereka sama dengan entitas bisnis di negara-negara bebas. 

Pencapaian yang dicapai Huawei juga tak terlepas dari upaya kerasnya. Pun kepeduliannya pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Huawei  mengklaim sebagai salah satu pembelanja terbesar untuk penelitian dan pengembangan. Perusahaan ini  menginvestasikan lebih dari $ 13,2 miliar (£ 10,3 miliar) pada tahun 2017 dan mengatakan angka tersebut akan lebih tinggi untuk 2018.
Tetapi para kritikus khawatir bahwa pemerintah Cina dapat memerintahkan perusahaan untuk memodifikasi perangkatnya untuk membantu serangan hack, menguping pembicaraan atau mendapatkan akses tingkat tinggi ke jaringan sensitif.

Ada pertanyaan tentang apakah Cina akan mengizinkan perusahaan teknologi yang telah tertanam dalam infrastruktur negara-negara pesaing untuk tetap mandiri. Huawei sekarang adalah pembuat smartphone terbesar kedua di dunia.

Pada bulan November, Selandia Baru melarang Huawei memasok jaringan seluler lokal dengan peralatan 5G. Sejumlah alasa dikemukakan terkait larangan ini. AS dan Australia telah menutup pintu keterlibatan Huawei dalam jaringan mobile generasi berikutnya. Kanada sedang melakukan tinjauan keamanan terhadap produk-produk Huawei

Penyedia layanan Inggris BT mengeluarkan kit Huawei dari inti jaringan 5G-nya. Pada 7 Desember, komisioner teknologi UE Andrus Ansip mengatakan negara-negara "harus khawatir" tentang pabrikan Cina. Tetapi kementerian dalam negeri Jerman mengatakan mereka menentang pelarangan pemasok dari jaringan 5G-nya

Inggris belum memberlakukan larangan penggunaan peralatan Huawei. Namun, produk-produk perusahaan secara teratur diuji keamanan oleh badan intelijen GCHQ Inggris. Perjanjian kerja sama antara Inggris dan Huawei termasuk fasilitas yang dijuluki Cell di Banbury, Oxfordshire. Di sana, staf yang dipekerjakan oleh Huawei tetapi menjawab untuk GCHQ mencari kelemahan keamanan dalam produk perusahaan.


Laporan terakhir yang dibuat GCHQ mengatakan mereka menemukan "kekurangan" dalam produk yang berarti hanya bisa memberikan "jaminan terbatas" bahwa perusahaan tidak menimbulkan ancaman.

Minggu ini, Financial Times melaporkan bahwa Huawei telah menyetujui serangkaian tuntutan teknis oleh GCHQ yang akan mengeraskan produknya terhadap penyerang. Huawei mengatakan perubahan itu berasal dari kerja samanya dengan Inggris dan tidak memberi sinyal bahwa pihaknya telah "menyerah" terhadap tuntutan Inggris, seperti yang dikatakan Financial Times.