Visi Membangun Industri Baterai, Motor Listrik dan Inverter

MONITORDAY.COM - Motor dan mobil transmisi matic mungkin masih hype di kalangan konsumen Indonesia. Penggeraknya masih bertumpu pada mesin pembakaran bensin atau solar. Namun tanda-tanda kendaraan beremisi akan punah sudah terlihat. Sebentar lagi kendaraan listrik akan semakin populer dan banyak digunakan. Disamping tak ada lagi mesin pembakaran, nyawa kendaraan listrik ada pada motor listrik dan baterainya.
Permintaan Electric Vehicle atau kendaraan listrik di dunia diperkirakan terus meningkat dan akan mencapai sekitar 55 juta unit pada tahun 2040. Pertumbuhan ini tentunya mendorong peningkatan kebutuhan baterai lithium ion (LiB).
Sementara itu industri otomotif Indonesia menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 38 ribu orang serta lebih dari 1,5 juta orang yang bekerja di sepanjang rantai nilai industri otomotif tersebut. Dari pemasok suku cadang, perakitan, dealer, leasing hingga bengkel. Ekosistem industri otomotif berkembang semakin luas dan kompleks.
Indonesia menargetkan untuk mengembangkan industri komponen utama EV berupa baterai, motor listrik dan inverter. Komponen inverter adalah perangkat yang dapat mengubah arus listrik searah (DC) menjadi arus bolak-balik (AC) pada tegangan yang lebih tinggi.
Pengembangan industri berbasis teknologi tentu meniscayakan hadirnya kolaborasi dengan para pemain terdepan dalam riset terkait. Pun kemampuan SDM kita dalam mengembangkan teknologi hingga mendapatkan paten dalam pengembangan kendaraan listrik yang hemat dan ramah lingkungan. Juga SDM terapan yang mampu menjadi tulang punggung dalam pengembangan industri ini.
Perusahaan yang kuat dan sehat juga dibutuhkan dalam pengembangan industri kendaraan listrik. Potensi Indonesia saat ini didukung dengan 21 produsen otomotif, yang secara keseluruhan telah merealisasikan investasi senilai Rp71,35 triliun. Total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta unit per tahun,
Di tanah air sudah terdapat sembilan perusahaan yang mendukung industri baterai. Adapun lima perusahaan tersebut sebagai penyedia bahan baku, antara lain nikel murni, kobalt murni, nikel ferro, dan endapan hidroksida campuran. Keempat perusahaan lainnya adalah produsen baterai.
Dengan demikian, Indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai dan perakitan baterai, hingga daur ulang.
Indonesia memiliki pasar yang besar. Namun kita tak boleh menjadi bangsa konsumen. Kita harus produktif. Ekspor dengan nilai tambah harus menggantikan ekspor komoditas mentah. Industri manufaktur menjadi salah satu kunci di sektor riil. Dan salah satunya adalah industri otomotif yang harus responsif dalam menatap kebutuhan kendaraan listrik.
Pemerintah memiliki visi menargetkan Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri otomotif global. Kekuatan pasar, ketersediaan SDM, dan ketersediaan raw material harus dimanfaatkan untuk membangun industri kendaraan listrik yang berdaya saing tinggi.
Sejalan dengan visi tersebut Kementerian Perindustrian terus mendorong percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan energi baru terbarukan (EBT).
“Industri otomotif merupakan salah satu sektor prioritas berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Sasaran utamanya, Indonesia akan menjadi ekspor hub kendaraan bermotor, baik untuk kendaraan berbasis bahan bakar minyak (internal combustion engine/ICE) maupun kendaraan listrik (electrical vehicle/EV),” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (24/6).
Teknologi disruptive battery yang mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai yang mengandalkan material ini akan berhasil, Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi.
Pengembangan industri baterai juga perlu didukung dengan industri daur ulang. Baterai yang nantinya akan menjadi limbah memerlukan penanganan yang komprehensif, antara lain dengan daur ulang agar proses pemurnian dapat dilakukan.