Utang Terus Meningkat, INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Harusnya Juga Meningkat

Secara kalkulasi ekonomi, utang bukanlah barang haram karena menjadi tambahan modal guna meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan.

Utang Terus Meningkat, INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Harusnya Juga Meningkat
Konferensi Pers bertajuk "Menggugat Produktivitas Utang" di Kantor INDEF, Pejaten, Jakarta Selatan (21/3). (Foto: Yusuf/Monitorday)

MONITORDAY.COM - Peneliti senior INDEF, Faisal Basri mengkritik melonjaknya utang Negara Indonesia namun tak mampu mendorong akselerasi dan pertumbuhan ekonomi. Mestinya, kata Faisal Basri, pertumbuhan utang juga mampu meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia.

"Nyatanya out-standing utang Indonesia terus bertambah, namun produktivitas, daya saing perekonomian justru menurun. Sebaliknya, ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap asing justru meningkat," katanya dalam Konferensi Pers bertajuk "Menggugat Produktivitas Utang" di Kantor INDEF, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018).

Seperti diketahui, dalam tiga tahun terakhir, utang Negara Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Berdasarkan data yang dimiliki Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), total utang setidaknya telah mencapai lebih dari 7.000 triliun rupiah yang terdiri dari total utang Pemerintah dan Swasta.

Utang melonjak dari Rp. 3.165,13 triliun pada 2015 menjadi Rp. 3.466,96 triliun di 2017. Peningkatan utang terus berlanjut hingga per Februari menembus angka Rp. 4.034,8 triliun dan Kementerian Keuangan menyatakan dalam APBN 2018, total utang Pemerintah mencapai Rp. 4.772 triliun.

Secara kalkulasi ekonomi, Faisal menuturkan utang bukanlah barang yang haram karena menjadi tambahan modal guna meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan. Hal itu sesuai klaim bahwa peningkatan utang dikarenakan kebutuhan belanja infrastruktur yang menjadi prioritas kerja Pemerintahan Jokowi-JK.

Namun, Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati menyayangkan utang yang diharapkan mampu mengakselerasi daya saing nasional dan meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia masih memiliki banyak kontrakdiksi dan anomali. Utang yang tiga tahun terakhir bertambah pesat dinilai justru mengarah ke kontraproduksi. "Sektor-sektor riil semakin memburuk dan ketergantungan impor kita tidak hanya di sektor industri, tapi juga bertambah ke sektor pangan," pungkasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (SMI) dalam beberapa kesempatan sebetulnya telah menjawab kritik utang pemerintah yang diklaim beberapa kalangan semakin membesar. Dalam kesempatan Diskusi Nasional #8 "Indonesia Maju" di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta minggu lalu misalnya, Sri Mulyani mengatakan, bahwa utang bukanlah tujuan negara, melainkan instrumen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kata SMI, utang Indonesia masih lebih rendah bila dibandingkan dengan utang yang dimiliki oleh jepang dan Amerika Serikat. "Kita punya aturan untuk utang, yaitu tidak boleh lebih dari 60% dari GDP negara," jelas Sri Mulyani.

[Mrf]