Banyak Persoalan Tanah, Menteri ATR/ Kepala BPN : UU Pertanahan Bisa Menjadi Solusi

Persoalan sengketa tanah menjadi pembahasan utama dalam rapat antara komisi II DPR dengan Menteri ATR/BPN. Dijelaskan, semestinya agar persoalan ini bisa terselesaikan maka secara praktek anatara nomenklatur tata ruang dan pertanahan tidak bisa dipisahkan.

Banyak Persoalan Tanah, Menteri ATR/ Kepala BPN : UU Pertanahan Bisa Menjadi Solusi
Rapat Kerja Komisi II dan Menteri ATR/Kepala BPN (fhoto : Istimewa)

MONITORDAY.COM - Persoalan sengketa tanah menjadi pembahasan utama dalam rapat antara komisi II DPR dengan Menteri ATR/BPN.

Dijelaskan, semestinya agar persoalan ini bisa terselesaikan maka secara praktek anatara nomenklatur tata ruang dan pertanahan tidak bisa dipisahkan.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Pimpinan Komisi II Herman Khaeron saat membuka rapat di Komplek DPR, Senin (1/10/2018).

"Semakin mahal dan tingginya tanah dan pembagian penguasaan tanah tidak berimbang terkadang di sana menimbulkan konflik. Dimana masyarakat yang terkadang tidak perkasa memenangkan haknya dalam konflik pertanahan," ujar politisi demokrat itu.

Maka diharapkan agar bisa memberikan keputusan terkait konflik ini diperlukan legacy atau perundang-undangan tanah yang baku.

Terkait dengan sengketa tanah, Menteri ATR / Kepala BPN Sofyan Djalil mengakui bahwa keberadaan UU Pokok-pokok Agraria yang berlaku sejak 1960 itu sangat bersifat general dan ad hoc.

"Memang UU ini pokok, namun secara implementasinya tidak keluar. Sehingga banyak keputusan persoalan tanah ini melalui keppres, keputusan kepala BPN, peraturan Mendagri atau peraturan Menteri Agraria yang secara pendekatan sangat bersifat adhoc," jelasnya.

Dengan adanya rencana Pemerintah Jokowi-JK saat ini untuk mengeluarkan UU Pertanahan diharapkan mampu menyelesaikan sengketa tanah di berbagai wilayah.

"Dengan bersifat adhoc inilah, maka sangat sulit untuk menyelesaikan persoalan tanah sejak 1960 hingga 2018. Maka dengan kehadiran UU ini bisa menyelesaikan sengketa ini secara tuntas dan sistematik," terangnya.

Sofyan melanjutkan dalam menyelesaikan persoalan tanah, Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh kementerian ATR/BPN memerlukan kepastian hukum. 

Semisal, Sofyan menjelaskan persoalan eigendom (kepemilikan mutlak) sudah berakhir sejak 1980 lalu dengan keluarnya keppres Presiden Soeharto saat itu. Akan tetapi, dalam prakteknya setelah Soeharto mangkat maka pengadilan tidak bisa memberlakukannya. 

"Maka sejak itu eigendom bergentayangan mencari surat tanah, girik mencari surat tanah. Inilah menjadi persoalan," selorohnya.

Selain itu, persoalan konversi tanah juga menjadi masalah tanah selanjutnya. Karena tanah ini bersifat konversi maka saat tanah tersebut dihuni oleh warga atau masyarakat tidak bisa mudah diselesaikan karena diatas tanah itu ada hak mereka yang menempati.

"Sehingga dengan adanya kepastian hukum salah satunya UU Pertanahan akan mudah untuk menentukan koordinat tanah yang jelas dan terdaftar dengan bukti sertifikat. Maka melalui program PTSL (percepatan proses sertifikasi tanah), saya yakin ini akan menjadi kebijakan pertanahan kedepannya," pungkasnya.

Perlu diketahui, Pemerintah Jokowi- JK menargetkan tahun ini UU Pertanahan bisa terselesaikan.