Utak-atik Impor LPG dan Pemanfaatan Kompor Induksi

MONITORDAY.COM - Disamping soal pangan, Indonesia juga harus mengelola ketahanan energinya. Kini kita berada dalam posisi ketergantungan pada energi minyak dan gas yang sebagian harus diimpor. Kondisi yang membuat beban APBN kita makin sulit. Belum lagi agenda bauran energi kita juga belum mencapai target yang diharapkan.
Di masa lalu kita pernah menjadi negara pengekspor migas. Kini kita berada dalam posisi sebaliknya. Kebutuhan kita makin meningkat. Sementara di hulu produksi migas kita sulit memenuhi permintaan domestik. Masyarakat Indonesia tengah berada pada kondisi imported energy consumption (mengonsumsi energi yang diimpor), khususnya terkait LPG. Hal tersebut berimplikasi pada peningkatan impor gas yang nilainya kurang lebih mencapai Rp60 triliun dengan subsidi LPG mencapai Rp50 triliun per tahun.
Kebutuhan gas sebagai sumber energi bagi rumah tangga dan industri terus meningkat dari tahun ke tahun. PT Pertamina memproyeksikan impor Liquified Petroleum Gas (LPG) bakal mencapai 7,2 juta Metrik Ton (MT) pada tahun ini. Proyeksi volume impor 7,2 juta MT ini meningkat dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai 6,2 juta MT. Demand LPG nasional tetap naik di tengah pendemi Covid-19. Kendati demikian, upaya pemangkasan impor dipastikan juga akan dilakukan.
Di sisi lain, saat ini cadangan energi listrik nasional mencapai 50 persen lebih yang artinya energi dalam negeri dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan sehingga pemerintah akan berhemat subsidi LPG karena tidak harus melakukan impor energi, serta permasalahan subsidi LPG yang sulit tepat sasaran bisa diatasi.
Beralih ke kompor induksi
Salah satu strategi yang dijalankan adalah mengalihkan penggunaan kompor gas ke kompor induksi yang menggunakan tenaga listrik. Salah satu langkah tersebut ditempuh dalam bentuk pembagian kompor listrik untuk pegawai Setjen DEN ini adalah salah satu upaya pelaksanaan Grand Strategi Energi Nasional, yaitu untuk mengurangi impor liquefied petroleum gas (LPG).
Kegiatan ini juga untuk mendukung program 1 juta kompor listrik yang diinisiasi oleh PT PLN (Persero) pada 2021.Salah satu strategi untuk mengurangi laju impor LPG. Pemanfaatan kompor listrik juga sebagai wujud pelaksanaan Paris Agreement yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo untuk mengurangi pemanasan global.
Penggunaan kompor listrik ini juga akan turut mendukung pencapaian target bauran energi dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Pemanfaatan kompor listrik induksi ini akan memberikan manfaat tidak hanya kepada pengguna, tetapi juga perkembangan sektor energi di Indonesia. Kompor listrik induksi ini ramah lingkungan, sehat, dan nyaman, serta lebih hemat dan efisien.
Bansos LPG 3 kg
Gagasan untuk menekan subsidi gas juga dikemukakan kalangan DPR. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan pihaknya mendorong subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kg diubah menjadi skema pemberian bantuan sosial langsung kepada warga yang berhak menerima. Alasannya, agar subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan diterima oleh masyarakat dengan penghasilan terendah.
Data penerima subsidi akan disesuaikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Dengan diubah menjadi bantuan sosial (Bansos) langsung kepada warga, maka subsidinya akan menjadi lebih tepat sasaran. Seperti diketahui, subsidi LPG 3 kg selama ini masih ditujukan pada barang atau komoditasnya.
Kemudian ke depannya menurutnya subsidi akan diberikan dalam bentuk non tunai langsung kepada masyarakat. Penerima subsidi menurutnya akan disatukan dalam Program Keluarga Harapan (PKH), sehingga lebih efisien, tepat guna, dan tepat sasaran.