Beasiswa LPDP dan Gerakan Separatis
Pihak LPDP menuntut pengembalian dana beasiswa yang telah dinikmati oleh Veronica Koman sebanyak 733 juta rupiah.

MONDAYREVIEW.COM – Jika pembaca hanya membaca judul tulisan ini saja, mungkin sebagian pembaca akan terkecoh. Mengira beasiswa LPDP mendukung gerakan separatisme. Namun bukan itu yang penulis maksud. Hari-hari ini nama Veronica Koman kembali mencuat, setelah sebelumnya nama ini sudah terkenal karena menjadi orang yang dicari pemerintah Indonesia. Pasalnya Veronica mendukung salah satu gerakan kemerdekaan Papua yakni United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Pemerintah belum berhasil menangkap Veronica karena dia menetap di luar negeri. Beredar isu bahwa dia diback up oleh negara asing. Karenanya amat sulit menangkapnya. Walaupun begitu Veronica masih aktif di twitter menyampaikan pandangan-pandangannya melalui platform medsos tersebut. Isu terbaru adalah bahwa Veronica Koman diberi beasiswa oleh negara yakni LPDP. Pihak LPDP menuntut pengembalian dana beasiswa yang telah dinikmati oleh Veronica Koman sebanyak 733 juta rupiah. LPDP adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang dikelola oleh tiga kementerian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama.
Alasan pihak LPDP adalah Veronica Koman menyalahi kontrak untuk kembali ke Indonesia setelah berhasil menyelesaikan studi S2 nya. Kebijakan LPDP ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet. Yang kontra dengan Veronica mendukung kebijakan LPDP, menurut mereka sikap LPDP sudah tepat. Namun yang mendukung Veronica juga tak kalah banyak. Pihak pro Veronica menganggap bahwa kebijakan LPDP ini politis karena aktivisme Veronika yang dianggap mendukung separatisme Papua.
Veronica Koman sendiri menyatakan bahwa dia sempat pulang ke Indonesia selepas lulus dari Australia National University (ANU). Selama di Indonesia, Veronica terlibat dalam berbagai advokasi. Veronica juga sempat bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Setelah itu Veronica kembali ke luar negeri untuk menjadi pengacara HAM yang membela kelompok separatis Papua. Pihak yang mendukung Veronica juga menyatakan bahwa dana beasiswa LPDP berasal dari rakyat. Apa yang dilakukan Veronica adalah memperjuangkan kepentingan rakyat. Maka pemerintah tidak berhak untuk menuntutnya kembali.
Persoalan Papua memang menjadi lebih terbuka dibicarakan dengan adanya platform media sosial. Kelompok-kelompok pendukung separatism Papua tidak malu-malu lagi mengkampanyekan pandangannya. Dhandy Dwi Laksono aktivis pro Papua Merdeka pernah melakukan debat terbuka dengan Budiman Sudjatmiko politisi PDIP soal nasib Papua. Budiman mengambil posisi yang berseberangan dengan Dhandy. Menurut Dhandy Papua dijajah oleh Indonesia karena sumber daya alamnya diambil. Sementara menurut Budiman NKRI adalah modal untuk bisa membuat Papua lebih sejahtera.
Sejak periode pertama, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan pembangunan di Papua. Pada masa kepemimpinannya juga pemerintah berhasil mengambil 50% saham Freeport. Namun ragam aksi yang dilakukan pemerintah tidak membuat gerakan separatism Papua luluh. Perlawanan mereka terus berlanjut bahkan dengan menggunakan cara kekerasan. TNI dan Polri disiagakan untuk menjaga keamanan di Papua. Sayangnya ada oknum TNI Polri yang justru menjadi penjual senjata kepada kelompok separatis.
Persoalan Papua memang rumit, penyelesaiannya perlu melibatkan banyak pihak. Kelompok-kelompok separatis perlu diyakinkan untuk kembali ke Indonesia. Namun hal ini perlu waktu dan tak mudah. Aktivis-aktivis seperti Veronica Koman perlu diajak dialog terlebih dahulu sebelum menempuh jalur hukum. Jika memang Veronica melanggar kontrak, berarti dia harus menerima konsekuensinya. Namun keadilan tetap harus ada, jangan sampai hanya Veronica yang ditindak, sementara pelanggar yang lain dibiarkan. Jika hal ini terjadi maka benar dugaan sebagian orang bahwa kebijakan LPDP kepada Veronica Koman adalah politis, bukan murni soal hukum.