Urgensi dan Tantangan Pembangunan Smelter di Indonesia
Ekspor bahan baku kita selama ini masih banyak yang belum diolah dalam fasilitas smelter. Masih kotor alias tercampur dengan mineral bawaan lain. Tanpa keberadaan smelter berarti semua mineral terangkut dengan nilai ekonomis yang minim. Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.

MONDAYREVIEW.COM – Ekspor bahan baku kita selama ini masih banyak yang belum diolah dalam fasilitas smelter. Masih kotor alias tercampur dengan mineral bawaan lain. Tanpa keberadaan smelter berarti semua mineral terangkut dengan nilai ekonomis yang minim.
Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.
Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian.
PT PP (Persero) Tbk, BUMN konstruksi dan investasi nasional, kembali dipercaya mengerjakan pembangunan pabrik peleburan (smelter) feronikel fase berikutnya di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Setelah sukses dipercaya mengerjakan fase 1 untuk jalur produksi 1 bersama dengan China ENFI Engineering Corporation, perseroan kembali diberikan kepercayaan oleh CNI selaku pemilik untuk mengerjakan pembangunan peleburan feronikel fase 2 jalur produksi 2 dan fase 4 jalur produksi 5 dan 6. Demikian dilansir dari Antara.
Pembangunan pabrik peleburan feronikel berlokasi di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, tersebut memiliki nilai kontrak sebesar Rp1,01 triliun untuk pekerjaan fase 2 (jalur produksi 2) dan Rp2,21 triliun untuk pekerjaan fase 4 (jalur produksi 5-6).
Masa pelaksanaan pekerjaan proyek itu adalah selama 26 bulan untuk pekerjaan jalur produksi 2 dan 34 bulan untuk pekerjaan jalur produksi 5-6.
Adapun ruang lingkup pekerjaan yang akan dilakukan oleh perseroan, antara lain pekerjaan persiapan, pekerjaan sipil (pondasi, steel structure, access road inside plant, dan bangunan pendukung), pekerjaan BOP mechanical (water treatment plant, pompa, dan comprehensive pipelines), serta pekerjaan BOP electrical (substation 150 kV, transmisi 150 kV, dan EDG).
Kontrak perjanjian kerja sama dilakukan oleh Nurlistyo Hadi selaku SVP Divisi EPC PP mewakili perusahaan, sedangkan dari CNI diwakili Derian Sakmiwita selaku Direktur Utama.
Pembangunan Smelter di wajibkan bagi seluruh perusahaan tambang di indonesia. Baik perusahaan besar maupun kecil. Di tahun 2015 saja ada 28 perusahaan pertambangan baru yang berencana membangun smelter untuk pengolahan bauksit, nikel, alumina, dan bijih besi. Dari jumlah itu, 15 di antaranya bakal merampungkan pembangunan smelter sebelum 2015. Waktu yang dibutuhkan untuk membangun satu pabrik pengolahan bijih mineral sekitar 3 tahun.
Pada 2022 ada 41 unit smelter yang beroperasi, terdiri dari smelter nikel sebanyak 22 pabrik, bauksit enam pabrik, besi empat pabrik, timbal dan seng empat pabrik, tembaga dan lumpur anoda masing-masing dua pabrik dan mangam satu pabrik smelter.
Sedangkan saat ini, ada 27 smelter yang telah beroperasi di Indonesia terdiri dari smelter tembaga, nikel, bauksit, besi dan mangan.
Pemerintah melalui Undang-undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba) mewajibkan perusahaan pertambangan agar membangun pabrik pengolahan bijih mineral (smelter).
Dalam ketentuannya, aturan tersebut sudah harus berlaku pada 2014 mendatang. Namun, hingga saat ini baru beberapa perusahaan tambang yang menaati peraturan.
Begitupun dari artikel alatberatcom, Sejak tahun 2012 pemerintah telah mengabarkan bahwa akan di berlakukanya UU tentang pembangunan Smelter. Pemerintah menganjurkan agar perusahaan tambang segera membangun smelter, karena ditahun 2014 akan diberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah.
Pada 12 Januari 2014 pemerintah mulai memberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah. Dan diperkirakan 5-6 tahun lagi smelterakan bisa beroprasi
Mengapa pemerintah mewajibkan pembangunan Smelter? Menambah Nilai Jual dari Mineral dan meningkatkan Investor dalam atau pun luar negri, dan membuka lapangan kerja baru.
Setelah kita membaca sedikit tentang Smelter, timbul bebrapa opini pro dan kontra. Pada dasarnya pengesahan UU tentang Smelter ini adalah upaya baik pemerintah untuk memperbaiki perekonomian bangsa, meningkatkan nilai hidup masyarakat, dan mengembalikan citra pertambangan yang terkadang hanya disebut sebagai perusak alam.
Dilihat dari segi ekoniminya, memang nilai jual mineral akan jauh berbeda jika sudah diolah, bukan lagi berbentuk bijih atau pun konsentrat. Bukan hanya nilai jual yang meningkat, tapi pengotor konsentrat atau bijih tersebut masih bisa di manfaatkan. Aturan ini kita terapkan agar bisa dapat nilai tambah. Sudah puluhan tahun ekspor mineral mentah kita lakukan. Sekarang harus ada proses pengolahan dan pemurnian.
Namun terdapat banyak kendala dalam pembanguna smelter ini, seperti masalah pembebasan tanah atau lahan yang tidak mudah. Sudah menjadi rahasia umum, tanah dimana disitu akan dibangun proyek, pasti harga tanah melambung.
Kendala lainnya adalah maslaah pasokan dan ketersedian listrik, dalam Industri listrik menjadi bahan pokok utama agar pabrik tetep memproduksi. Namun kita semua tau bahwa wilayah pertambangan bukanlah wilayah perkotaan. Seperti telur dengan ayam, smelter dibikin maka PLN bikin pembangkit. Antara listrik sama industri selalu terjadi tarik menarik.
Perizinan pembangunan smelter yang tidak mudah tentunya, seperti mencari izin IUP itu sendiri tidaklah mudah. Yang terutama adalah keterbatasan biaya juga menjadi hambatan dalam pembangunan smelter.
Hasil tambang antara lain bauksit, alumina, bijih besi, timah, nikel, tembaga, emas, dan perak. Bisa dikatakan tiga pabrik pemurnian bijih tembaga menjadikan Indonesia menjadi supplier tembaga terbesar di dunia, terlebih lagi banyak perusahaan tambang di Indonesia ini.