Tragedi Pandemi Pada Masa Awal Islam (2)

Tragedi Pandemi Pada Masa Awal Islam (2)
Tangkapan layar youtube Gerakan Subuh Mengaji 'Aisyiyah Jawa Barat

MONITORDAY.COM - Pada masa awal Islam terjadi beberapa wabah yang menimpat umat Islam. Adapun wabah-wabah tersebut sebagai berikut: 

a.Thaun Imawas (18 H/693 M)
Thaun jenis ini terjadi dimasa Umar bin Khattab. Pada masa beliau menjadi khalifah, muncul penyakit yang sangat mengerikan, yang disebut Tha’un Imawas. Nama Imawah diambil dari nama sebuah kampung kecil yang terletak antara al-Aqsha dan Ramallah. Kampung tersebut Bernama Imawas. 

Dari kampung inilah awal mula munculnya penyakit Tha’un pada masa itu. Thaun yang muncul saat itu dipicu oleh sebuah pertempuran antara umat Islam dengan Romawi, dimana sangat banyak korban berjatuhan dan jenazah bergelimpangan dimana-mana dan mencemari udara.

Tha’un menyebabkan merebaknya kematian di Syam yang diperkirakan mencapai 20 ribu orang yang meninggal, di antaranya adalah: Abu ubaidah bin alJarrah, Mu’adz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Suhail bin Amr dll. Jumlah tersebut hampir merupakan setengah penduduk negeri Syam saat itu. Selain dilanda Thaun Imawas, saat itu umat Islam sedang menghadapi kepungan tentara Romawi.

b. Tha’un Al-Jarif (69 H/688 H)
Thaun al-Jarif terjadi di Bashrah pada 69 H. Ia dinamai dengan al-Jarif (penyapu) karena banyaknya orang yang
meninggal akibat pandemi tersebut seperti badai yang menyapu. Ia berlangsung selama tiga hari.

c. Thaun Gadis atau Kaum Bangsawan (Tha’un al-Fatayatau al-Asyraf) yang terjadi tahun 87 H/705 M.
Ia terjadi di Irak dan Syam. Ia dinamai thaun gadis, karena jenis penyakit ini lebih banyak menyerang kaum Wanita,
terutama kaum gadis. Ia juga disebut Tha’un Al-Asyraf, karena banyaknya bangsawan dan para pemimpin kabilah
yang terkena penyakit ini.

d. Tha’un Muslim bin Qutaibah (131 H/748 M)
Penyakit tha’un yang terjadi di kalangan Islam di masa akhir kekuasaan Bani Umayyah, yaitu pada tahun 131 H Ia dinamai dengan orang yang pertama kali meninggal akibat wabah tersebut. Ketika itu, Thaun ini terjadi di Basrah dan berlangsung selama tiga bulan.

Ia mencapai puncaknya pada bulan Ramadhan dimana saat itu dicatat, dalam satu hari saja, jatuh seribu korban
meninggal dunia. Ibn Katsir menceritakan, ketika Mongol menyerang Baghdad pada 656 H/1258 M, selama beberapa bulan, seluruh masjid di Bagdad ditutup dan seluruh aktivitas dihentikan.

Saat itu Baghdad terasa sangat hening dan sepi, yang banyak adalah mayat-mayat bergelimpangan. Bau busuk
jenazah tersebut tercium kemana-mana sehingga mencemari udara dan menyebabkan kematian dimana-mana.

e. Thaun dan pandemi di Zaman Abbasiyyah, Mamluki dan Ayyubi
Pada masa dinasti Mamluki, tepatnya 748 H, Syam terkena thaun kembali. Bahkan, kali ini jauh lebih dahsyat (AlTha’un Al-A’dzam), hingga meluluhlantahkan penduduka Kota Aleppo, Damaskus dan al-Quds.

f. Thaun dan pandemi yang terjadi di Kawasan Barat Islam
Pada masa Dinasti Murabitin dan Muwahhidin, banyak terjadi wabah penyakit, kelaparan dan kekeringan. Diantaranya thaun yang terjadi pada 571 H. Ia menular kemana-mana dan menguasai kawasan Barat Islam hingga ke Andalusia, dimana menelan korban yang sangat banyak, bahkan 4 putra mahkota (saudara kandung khalifah) pun meninggal karenanya.

Setiap hari, meninggal antara 100-190 orang. Ibn Udzari al-Marakisyi meriwayatkan terjadinya pandemi
pada 526 H/1132 M, terjadi kelaparan dan kekeringan di Cordova, sehingga korban banyak yang berjatuhan Pada akhir abad ke -5 H atau 11 M terjadi pandemi di Andalusia. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa
pandemi pernah mengenai negara-negara mulim terdahulu

Pandemi seperti itu menimbulkan berbagai problematika yang serius: Banyak meninggalnya petani, ulama dan
orang pandai bijak. Dikisahkan, saat itu banyak orang yang stress dan akibat banyak ulama yang meninggal, banyak orang yang lari ke perdukunan guna mencari ketenangan batin.

Selain itu, ia menjadi problem ekonomi dan keamanan yang serius, dimana banyaknya petani yang meninggal, menjadikan produk pertanian snagat langka dan mahal, ditambah adanya ulah para penimbun. (Tamat)

Penulis: Dr. Cecep Taufikurrahman, Alumni Ponpes Al Furqon Cibiuk Garut dan Universitas Al Azhar Mesir

Tulisan di atas merupakan materi yang disampaikan dalam kegiatan Gerakan Subuh Mengaji 'Aisyiyah Jawa Barat 17 Juli 2021