Toxic Parenting dan Kekerasan Terhadap Anak

Toxic parenting adalah pola pengasuhan yang salah yang lahir dari ketidaktahuan mengenai pola pendidikan anak yang benar.

Toxic Parenting dan Kekerasan Terhadap Anak
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati di sela wawancara dengan ANTARA di kantor KPAI, Jakarta, Rabu (28/8/2019). ANTARA

MONDAYREVIEW.COM – Dunia Pendidikan di Indonesia dikagetkan dengan peristiwa yang menimpa seorang anak perempuan 8 tahun yang harus tewas dianiaya oleh orang tuanya sendiri. Sebabnya pun sepele, yakni anak tersebut tidak memperhatikan pelajaran saat melakukan pembelajaran daring di rumahnya. Hal ini membuat kedua orang tuanya kesal, lalu memukul dan menganiaya anaknya. Mungkin tak ada niat untuk membunuh anaknya, namun akhirnya anak tersebut tewas di tangan kedua orang tuanya. Jenazah anak tersebut kemudian dibawa dari Tangerang ke sebuah desa di Lebak Banten, lalu dikuburkan di pemakaman umum di sana.

Warga sekitar curiga dengan kehadiran makam baru yang tidak diketahui asal usulnya. Mereka kemudian menggali dan menemukan mayat seorang anak kecil. Polisi kemudian mencari pelaku pembunuhan anak tersebut yang ternyata sepasang suami istri. Mereka tertangkap di Kebon Jeruk Jakarta Barat. Sepasang suami istri biadab tersebut terancam dijerat dengan pasal berlapis yakni pembunuhan dan perlindungan anak. Kejadian naas tersebut memancing banyaknya kecaman dari banyak pihak, salah satunya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

"KPAI prihatin adanya kekerasan yang dilakukan IS dan LH kepada anaknya yang berusia 8 tahun hingga meninggal dunia," kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati dalam keterangan tertulis, Rabu (16/9/2020). Komisioner Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif ini juga menjelaskan bahwa KPAI telah koordinasi ke Polres Lebak untuk penegakan kasus ini secara hukum. Kasus ini menjadi perhatian dan pengingat bagi orang tua agar mengedepankan kepentingan anak saat proses belajar di rumah akibat pandemik. Untuk saudara kembar korban sendiri, pihaknya sudah meminta P2TP2A Lebak melakukan pendampingan.

Peristiwa tersebut juga disesali oleh KPAI dan mendorong adanya penguatan pemahaman tentang pengasuhan. Karena, hanya 33,8 persen orang tua dalam survey mereka mendapatkan informasi soal pengasuhan. Seorang ayah juga seharusnya melekat dalam proses pengasuhan anak demi tumbuh kembang mereka. KPAI sendiri menduga bahwa IS dan LH menjalani perkawinan usia anak. Mereka mendorong agar ada perhatian khusus keluar saat ada perkawinan muda atau usia anak. Peristiwa penganiayaan dan berakibat pada pembunuhan juga semoga tidak terjadi lagi di Indonesia.

Apa yang dilakukan oleh IS dan LH merupakan bentuk dari toxic parenting. Toxic parenting adalah pola pengasuhan yang salah yang lahir dari ketidaktahuan mengenai pola pendidikan anak yang benar. Mirisnya IS dan LH memilih jalan kekerasan dalam mendidik anak yang ternyata kebablasan dan menimbulkan petaka bagi keluarga muda tersebut. Sudah waktunya cara-cara kekerasan ditinggalkan dalam mendidik anak. Tentu saja tidak keras bukan berarti orang tua bersikap tidak tegas dan membiarkan anak semuanya. Masih banyak yang salah paham menyamakan ketegasan dengan kekerasan.

Ketegasan mutlak perlu dalam mendidik anak, yakni saat orang tua memutuskan apa yang baik bagi anaknya walaupun sang anak tidak menerimanya. Namun hal ini bukan berarti harus selalu melibatkan kekerasan di dalamnya. Ketegasan bisa diwujudkan dengan cara-cara non kekerasan, baik verbal apalagi fisik. Seperti yang dikatakan olek Komisioner KPAI sebelumnya, ini juga menjadi PR bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih meningkatkan edukasi mengenai parenting di masyarakat.

Banyak diantara kita yang menganggap bahwa kita akan bisa menjadi orang tua secara otomatis. Kita melihat ayah ibu kita berhasil mendidik kita tanpa harus mengikuti kursus atau pelatihan terlebih dahulu untuk menjadi orang tua. Sayangnya realitas menunjukan banyak orang tua juga yang gagal mendidik anak seperti IS dan LH yang membunuh anaknya karena pembelajaran online. Generasi muda harus lebih mempersiapkan kembali masa depannya dengan banyak belajar mengenai pengasuhan anak dan parenting. Dengan hal tersebut maka toxic parenting dan kekerasan terhadap anak dapat dihindari.