Teror dalam Area Politik dan Hukum Indonesia
Teror di area politik dan hukum harus dituntaskan, tidak sekadar dipetieskan lalu luput dari ingatan publik.

MONDAYREVIEW.COM – Demokrasi dipilih dan dipercaya sebagai konsep yang berlaku universal. Dimana salah satu nilai positif demokrasi yakni tidak menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan konflik.
Jagat politik dikagetkan pada Rabu malam (3/5) ketika rumah Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, ditembak orang tak dikenal. Hal ini memang masih perlu ditelusuri, apakah merupakan teror terhadap politikus PKS tersebut.
Bahasa kekerasan juga terlihat benderang ketika penyidik senior KPK Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal setelah menunaikan shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan, Selasa (11/4). Penyelidikan mengenai kasus ini juga masih dilakukan.
Namun kiranya publik secara kasat mata melihat kedua kasus ini sebagai sinyalemen bahasa kekerasan terjadi di negeri ini. Polri dalam hal ini dinanti untuk mengungkap secara tuntas pelaku teror dan aktor intelektualnya.
Sementara itu dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas terungkap semakin besarnya kekhawatiran publik akan tindak kejahatan saat ini. Dibandingkan dengan lima tahun yang lalu, 71,9 persen responden menyatakan tindak kriminal saat ini semakin berbahaya.
Dengan potret besar dan 2 kasus tersebut sesungguhnya tugas Kepolisian masih dihinggapi sejumlah PR. Bagaimana rasa aman belum dirasakan masyarakat. Pun begitu dengan teror yang terjadi di ranah politik dan hukum.
Semoga Kepolisian tidak terbuai dengan seolah-olah telah sukses menjalankan tugasnya dengan rangkaian karangan bunga yang dialamatkan ke Mabes Polri. Dikarenakan persepsi rasa aman di masyarakat masih harus diperbaiki dengan kerja nyata Kepolisian. Pun begitu dengan teror di area politik dan hukum harus dituntaskan, tidak sekadar dipetieskan lalu luput dari ingatan publik.