Terkait Kontroversi Kapolri, Haedar Nashir: Muhammadiyah Bersikap Proporsional dan Husnuzhan

Ummat Islam hendaknya bersikap proporsional dan husnuzhan, Kapolri tidak bermaksud menegasikan peran ormas lain.

Terkait Kontroversi Kapolri, Haedar Nashir: Muhammadiyah Bersikap Proporsional dan Husnuzhan
ilustrasi foto

MONDAYREVIEW.COM - Pernyataan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menuai kontroversi. Awalnya beredar sebuah video dimana Kapolri memberi instruksi bagi institusi Polri untuk intens bekerjasama dengan ormas NU dan Muhammadiyah, sementara ormas di luar NU-Muhammadiyah dianggap tidak berkonstribusi bagi Republik Indonesia.

Pernyataan Tito tersebut pun viral dan menuai protes dari beberapa Ormas yang disebut tak punya kontribusi positif dalam video tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain bahkan sampai menulis surat terbuka melalui akun facebooknya terkait pidato Tito tersebut.

“Melalui surat terbuka ini, saya, Tengku Zulkarnain, Protes Keras atas pernyataan Bapak Kapolri dan meminta Anda meminta maaf serta menarik isi pidato Anda, yang saya nilai tidak Etis, merendahkan jawa para ulama dan pejuang Islam di luar Muhammadiyah dan NU, mencederai rasa kebangsaan, serta berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa serta Negara Indonesia,” tulis Zulkarnain dalam akun facebooknya.

Zulkarnaen jelas merasa kecewa dengan pernyataan Tito Karnavian yang seakan-akan tak menganggap perjuangan ormas Islam lain. “Saya sangat kecewa dan keberatan atas pidato Kapolri, yang saya nilai provokatif, tidak mendidik, buta sejarah, tidak berkeadilan, dan rawan memicu konflik,” tutur Zulkarnain dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 30 Januari 2018.

Menyikapi hal ini, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menghimbau agar ummat Islam dan terutama warga persyarikatan untuk bersikap secara proporsional. Haedar percaya, bahwa Kapolri tidak bermaksud untuk menegasikan peran ormas lainnya. “Saya husnuzhan saja. Mungkin maksudnya memberi apresiasi yang lebih tinggi. Dalam logika ada stressing, penekanan. Mungkin karena saking semangatnya terjadi pengkhususan atau pengecualian, ulasnya.

Menurut Haedar, elit di tubuh bangsa ini memiliki pandangan bahwa semua kekuatan golongan bangsa punya peran dalam membangun kehidupan kebangsaan. Sejak era perjuangan hingga mengisi kemerdekaan. Di situ ada Muhammadiyah, Syarikat Islam, Persatuan Islam, NU, dan ormas lainnya.

Sementara kalangan berpendapat bahwa, di alam demokrasi, tentu pro dan kontra terhadap pendapat publik figur menjadi sesuatu yang lumrah. Menjadi kewajiban warga bangsa yang dewasa untuk memandang pernyataan dan kenyataan secara proporsional. Dengan demikian energy bangsa tidak dihabiskan untuk memperbincangkan hal-hal yang tak sejalan dengan kemaslahatan ummat dan bangsa.

Keikhlasan menjadi salah satu inti gerakan Muhammadiyah. Hingga pimpinan dan warga persyarikatan ini selalu saling mengingatkan untuk tidak menyombongkan capaiannya, justru harus selalu mawas diri. Kepeloporan Muhammadiyah dalam berbagai lini bukan tidak mungkin telah diambil alih oleh gerakan lain, bila Muhammadiyah tidak berpacu dalam fastabiqul khairat.

Ketua Umum Haedar Nashir lebih lanjut menegaskan prinsip tersebut masih dipegang teguh Muhammadiyah hingga kini. Karakter Muhammadiyah yang tercermin dalam cara pandang dan sikap ikhlas berjuang menjadi sendi dan modal spiritual bagi persyarikatan ini untuk tetap eksis di belantara kepentingan yang tak jarang saling menafikan antar satu sama lain. 

Pernyataan tersebut bukan bermaksud mengistimewakan Muhammadiyah dan NU. Ataupun menenggelamkan peran organisasi kemasyarakatan lainnya. Pernyataan tersebut juga maksudnya tentu bukan untuk memecah belah, hanya memberi apresiasi tinggi tapi disertai pengecualian sehingga terkesan kurang seksama. Untuk itu Haedar mengharapkan Kapolri segera memberikan klarifikasi agar seluruh polemik yang berkembang terkait pernyataan tersebut segera berakhir.      

Muhammadiyah, yang selama ini berupaya menggandeng tangan seluruh kekuatan bangsa, selalu mawas diri. Walaupun, Muhammadiyah dipandang banyak pihak memiliki peran yang cukup besar dalam memperkuat persatuan bangsa. Kiprah nyata di lapangan pendidikan dan kesehatan menjadi pilar dalam keberlangsungan amaliahnya. Pun inovasinya di lahan kemanusiaan serta pemberdayaan makin kokoh walau agak jauh dari hingar bingar pemberitaan.

“Bagi kami orang mau mengakui Muhammadiyah atau tidak, kami tetap jalan terus. Membanggakan diri atau minta diistimewakan, sama sekali bukan karakter Muhammadiyah,” tegas Haedar selepas menghadiri launching Kuliah Jarak Jauh Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Kamis (1/2).

Menurut Haedar, kasus ini hendaknya dijadikan pelajaran bagi semua pihak, terutama tokoh publik. Dalam hal ini Kapolri. “Mungkin kekurangan Kapolri membuat exception bahwa hanya ada dua. Saya pikir ini soal apa ya, kesemangatan, dan kadang juga hal-hal yang stressing dalam lisan dan ucapan,” ujar Haedar.

[Agastov]