Sulitnya Memanfaatkan Tenaga Nuklir di Indonesia

Sampai saat ini Indonesia belum memiliki satupun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang digunakan sebagai sumber energy.

Sulitnya Memanfaatkan Tenaga Nuklir di Indonesia
Tim Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bersama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) melakukan Dekontaminasi terhadap temuan paparan tinggi radioaktif di Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (17/2/2020). ANTARA

MONDAYREVIEW.COM – Jika membahas tentang nuklir, yang terbayang dalam masyarakat Indonesia adalah bom atom yang meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki serta kecelakaan nuklir di Chernobyl. Nuklir masih menjadi momok yang menakutkan bagi banyak orang di dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini tidak salah mengingat memang resiko besar yang mengintai jika terdapat kesalahan dalam pengelolaannya. Nuklir juga pernah dijadikan senjata pemusnah massal guna memenangkan perang dunia.

Namun biar bagaimanapun, nuklir adalah sumber energi potensial untuk mengganti sumber energy fosil yang merupakan sumber daya alam tidak terbaharui. Nuklir merupakan sumber energy dengan tingkat efisiensi yang tinggi, yakni input yang sedikit namun outputnya besar. Salah satu penggunaan tenaga nuklir untuk sumber energy adalah dengan cara membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN adalah sebuah pembangkit daya thermal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya.

Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkilt Listrik Tenaga Uap, menggunakan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Putaran turbin inlah yang diubah menjadi energi listrik. Perbedaannya ialah sumber panas yang digunakan untuk menghasilkan panas. Sebuah PLTN menggunakan Uranium sebagai sumber panasnya. Reaksi pembelahan (fisi) inti Uranium menghasilkan energi panas yang sangat besar. Daya sebuah PLTN berkisar antara 40 Mwe sampai mencapai 2000 MWe, dan untuk PLTN yang dibangun pada tahun 2005 mempunyai sebaran daya dari 600 MWe sampai 1200 MWe.

Sampai tahun 2015 terdapat 437 PLTN yang beroperasi di dunia, yang secara keseluruhan menghasilkan daya sekitar 1/6 dari energi listrik dunia. Sampai saat ini sekitar 66 unit PLTN sedang dibangun di berbagai negara, antara lain Tiongkok 28 unit, Rusia 11 unit, India 7 unit, Uni Emirat Arab 4 unit, Korea Selatan 4 unit, Pakistan dan Taiwan masing-masing 2 unit. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki satupun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang digunakan sebagai sumber energy. Yang ada baru miniaturnya untuk penelitian yang dilakukan oleh BATAN.

Indonesia akan memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama. Rencananya, pembangkit listrik berbahan bakar energi baru terbarukan (EBT) tersebut akan dibangun di Kalimantan Barat (Kalbar), dengan kapasitas 100 Mega Watt (MW). Kepala Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Anhar Riza Antariksawan, mengatakan, saat ini rencana pembangunan PLTN tersebut sudah memasuki tahap studi kelayakan. Tahap tersebut diproyeksikan berlangsung dalam dua sampai tiga tahun. Dalam studi kelayakan tersebut, menurut dia, sedikitnya ada 19 item yang harus dikaji. Misalnya terkait lokasi, teknologi yang akan digunakan, biaya, konsumen potensial, kebutuhan jaringan listrik, dll.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Energi Bersih menyatakan menolak nuklir dan energi baru berbasis energi fosil dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Dalam draf RUU EBT, sumber energi dibagi menjadi dua yaitu sumber energi baru dan sumber energi terbarukan. Nuklir diklasifikasi sebagai sumber energi baru, sementara energi matahari, angin, air, biomassa dan lainnya dikategorikan sebagai sumber energi terbarukan.

Peneliti Yayasan Indonesia Cerah Mahawira Singh Dillon, dalam penjelasannya dikutip Antara di Jakarta, Kamis, menyebutkan penggunaan nuklir sebagai sumber energi pembangkit akan sangat berisiko bagi Indonesia. Pertama, secara geografis, Indonesia terletak di kawasan Cincin Api (Ring of Fire) yang sangat aktif secara tektonik sehingga rawan bencana gempa bumi dan tsunami.

Masih terkait kondisi geografis, penyimpanan limbah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) juga memerlukan lokasi yang stabil dan kedap air. Menurut Wira, akan sangat sulit dan berisiko untuk menentukan lokasi penyimpanan limbah nuklir di Indonesia. Perencanaan fasilitas penyimpanan limbah nuklir harus memperhatikan potensi terjadinya kebocoran karena aktivitas tektonik. Bila limbah nuklir sampai bocor ke dalam air tanah, dampaknya akan sangat berbahaya.

Menurutnya, memasukkan nuklir ke dalam RUU EBT kontraproduktif dengan asas keberlanjutan, ketahanan energi nasional, serta asas kedaulatan dan kemandirian dalam penyusunan RUU ini. Indonesia hanya memiliki pasokan uranium untuk mengoperasikan satu pembangkit dengan kapasitas 1.000 MW selama enam hingga tujuh tahun. Banyaknya penolakan terhadap nuklir, membuat pembangunan PLTN di Indonesia sulit direalisasikan.