Hidup Berdampingan Dengan Potensi Bencana Tanah Longsor

Seiring banjir bencana tanah longsor rawan terjadi saat musim hujan. Curah hujan yang tinggi bahkan sangat tinggi berakibat pada potensi bencana yang umumnya terjadi di daerah berkontur perbukitan. Pemukiman dan lahan pertanian yang berada pada area ini cukup banyak di Indonesia karena umumnya memiliki kesuburan yang tinggi.

Hidup Berdampingan Dengan Potensi Bencana Tanah Longsor

MONDAYREVIEW.COM - Seiring banjir bencana tanah longsor rawan terjadi saat musim hujan. Curah hujan yang tinggi bahkan sangat tinggi berakibat pada potensi bencana yang umumnya terjadi di daerah berkontur perbukitan. Pemukiman dan lahan pertanian yang berada pada area ini cukup banyak di Indonesia karena umumnya memiliki kesuburan yang tinggi.

Kemampuan Pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi dan mengatasi bencana tanah longsor harus ditingkatkan. Perubahan iklim memicu semakin tingginya kemungkinan terjadinya bencana ini.  Mitigasi longsor mengacu pada beberapa kegiatan buatan manusia di lereng dengan tujuan mengurangi efek tanah longsor.

Bencana alam  yang terjadi  hampir  di setiap di  wilayah Indonesia  adalah  bencana banjir  dan  tanah longsor,  dan  diperkirakan  ancaman  banjir  dan  longsor  masih  akan  terus  berlanjut. Bencana longsor banyak terjadi di berbagai wilayah karena sekitar 45% luas lahan di Indonesia adalah lahan pegunungan berlereng yang peka terhadap longsor dan erosi. Demikian dikutip dalam publikasi riset berjudul Pemetaan Potensi Bencana Longsor Di Kelurahan Kembang Arum yang ditulis oleh Widjonarko dan H.B.Wijaya.

Namun demikian faktor kelerengan bukanlah satu-satunya  penyebab  longsor, karena  selain  faktor  alam yang  juga  dipengaruhi  oleh  curah hujan  dan geologi, laju infiltrasi, dan penutup lahan, faktor manusia juga mempunyai andil dalam terjadinya longsor.  Tanah longsor adalah  suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan permukaan tanah (Crozier, 1999) seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.

Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan masa tanah, bebatuan, atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam maupun buatan, dan  sebenarnya  merupakan  suatu fenomena  alam.

Terjadinya  longsor  merupakan suatu  kondisi dimana alam mencari keseimbangan baru akibat  adanya gangguan atau faktor-faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan  terjadinya  pengurangan  gaya  geser  serta  peningkatan  tegangan  geser. 

Dengan  terjadinya longsor tersebut  tentunya dapat  mengancam  dan mengganggu  kehidupan  dan  penghidupan masyarakat, dan  dapat  mengakibatkan timbulnya  korban jiwa  manusia, kerusakan  lingkungan, kerugian  harta benda, dan dampak psikologis.

Sebagaimana diberitakan Kecamatan Sukajaya Bogor menjadi perhatian publik karena sebagian kawasannya mengalami bencana tanah longsor. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan kepada Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo agar segera membuka akses menuju Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang tertutup akibat longsor. Demikian dilansir dari setkab.go.id (5/1/2020).

Tanah longsor dapat dipicu oleh banyak hal. Selain erosi dangkal atau pengurangan kekuatan geser yang disebabkan oleh curah hujan musiman, tanah longsor dapat dipicu oleh aktivitas antropik, seperti menambahkan beban berlebih di atas lereng. Selain itu juga pertanian dengan aktivitas menggali atau mencangkul  lahan di tengah lereng atau di kaki lereng.

Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi bahaya tanah longsor umumnya tidak diklasifikasikan menurut fenomena yang dapat menyebabkan tanah longsor.  Upaya dilakukan secara komprehensif. Salah satunya dengan upaya menanami kembali lahan yang gundul. Pada kesempatan meninjau lokasi longsor Presiden memerintahkan Kepala BNPB Doni Monardo untuk menanam tanaman akarwangi yang memiliki akar 2 hingga 2,5 meter sebagai upaya mengantisipasi potensi longsir.   

Upaya mitigasi ini diklasifikasikan berdasarkan jenis metode stabilisasi kemiringan yang digunakan : (a)   Metode geometris, di mana geometri lereng bukit diubah (secara umum lereng); (b ) Metode hidrogeologis, di mana upaya dilakukan untuk menurunkan permukaan air tanah atau mengurangi kadar air material dan (c) Metode kimia dan mekanik, di mana upaya dilakukan untuk meningkatkan kekuatan geser dari massa yang tidak stabil atau untuk memperkenalkan kekuatan eksternal yang aktif (misalnya jangkar, paku batu atau tanah) atau pasif (misalnya sumur struktural, tiang pancang, atau tanah bertulang) untuk menangkal destabilisasi kekuatan.