Sistem Proporsional Tertutup Minimalisir Politik Uang

MONADYAREVIEW.COM, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah merampungkan RUU Penyelenggaraan Pemilu. RUU ini merupakan penyeragaman dari tiga UU yang ada, diantaranya UU 8/2012 tentang Pileg, UU 42/2008 tentang Pilpres, dan UU 15/2014 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
Salah satu isu yang menguat ditengah penggodokan RUU Penyelenggaraan Pemilu ini terkait dengan pilihan akan menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sistem pemilu proporsional tertutup memiliki kemenarikan tersendiri, salah satunya ialah meminimalisir politik uang.
"Salah satu ketertarikan sistem pemilu proporsional tertutup ialah mampu meminimalisir politik uang, spektrum-nya tekan biaya pemilu yang cenderung mahal. Pelaksanaan sistem proporsional terbuka membuat pemilu mahal," kata Pangi, di Jakarta, Jumat (22/7).
Kelebihan sistem proporsional tertutup, kata Pangi, dapat memastikan bahwa masyarakat cukup memilih partai saja, selanjutnya biar parpol yang mengirimkan kader-kader terbaiknya ke parlemen. "sebab partai tahu betul siapa kader yang punya kapasitas, integritas, narasi struktural dan kultural," ucapnya.
Pangi menuturkan, sistem proporsional tertutup akan mendekonstruksi ciri dari tiap partai politik agar hidup kembali dengan menyiapkan kader-kadernya di jabatan kepemimpinan tertentu. Proporsional tertutup, lanjut dia, paling tidak mampu memompa wakil rakyat ke arah yg lebih baik.
"Kegelisahan yang mengelitik, kader yang sudah berjuang dan berdarah-darah membesarkan partai selama ini tidak terpilih dalam pemilu legislatif. Deparpolisasi ilmiah pun menggeliat, tidak perlu bersusah payah menjadi pengurus partai, menjadi penumpang gelap dan terpilih dalam sebuah hajatan pemilu lewat operasi sentuhan akhir (finishing toch) yang sempurna," tutur Pangi.
"Ini realitas yang terjadi di lapangan. Poin pentingnya adalah memulihkan kembali dagradasi otoritas kekuasaan partai soal rekrutmen kepemimpinan," sambungnya.
Dengan adanya dua pilihan sistem pemilu yang terbaik, Pangi berujar bukan tidak mungkin mengambil jalan tengah. "Dari bentangan empiris di atas, jelas memantik polemik dan anomali politik, tinggal kita memilih jalan terbaik, bukan tidak mungkin mengambil jalan tengah," ungkapnya.
Jalan tengah itu, kata dia, bisa diraih via modifikasi kelemahan dan kelebihan sistem proporsional terbuka dan tertutup. "Misalnya kelemahan proporsional tertutup bagaimana memikirkan agar hubungan antara pemilih dan wakilnya tidak putus pasca pemilu? Bagaimana memikirkan meminimalisir politik uang dan menjamurnya caleg instan menjelang pemilu yang merusak lanskap kaderisasi partai politik Indonesia," pungkasnya.
FAHREZA RIZKY