Siasat Rasional Mengatrol Rasio Kewirausahaan

Siasat Rasional Mengatrol Rasio Kewirausahaan
Presiden Jokowi dan Menkop UKM Teten Masduki/Antara.

ADA banyak teori, riset, atau bahkan cerita soal pentingnya kewirausahaan (entrepreneurship) bagi kemakmuran suatu negara. Karena itu di hampir semua negara, kesadaran akan pentingnya wirausaha tak henti-hentinya didengungkan.

Sayang, besarnya dorongan seringkali berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Pertumbuhan jumlah wirausahawan pun tak seperti yang diharapkan. Tak terkecuali di Indonesia, berjalan sangat lambat.

Alasannya tentu beragam. Namun salah satu yang patut digarisbawahi adalah sistem pendidikan kita yang kurang mampu memancing ketertarikan generasi muda menekuni dunia usaha.

Selama puluhan tahun lamanya, anak-anak muda di Indonesia terperangkap dalam pemikiran bahwa karir dan posisi terbaik untuk menjalani hidup adalah dengan menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Antusiasme masyarakat untuk menjadi PNS selalu tinggi. Tak heran, banyak orang rela melakukan apa saja untuk setiap lowongan yang ada. Jumlah peminatnya selalu membludak tiap kali pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS) dibuka.

Jumlah salary dan jaminan finansial lain sepertinya terlalu memikat hati. Berbagai fasilitas lain pun telah menanti para pelamar yang lulus seleksi.

Kewirausahaan tumbuh, Indonesia maju

Padahal, menjadi seorang wirausahawan jauh lebih menjanjikan. Baik secara personal, komunal maupun nasional.

Dari sisi personal, kewirausahaan memberi peluang tiada batas baik dari sisi karir maupun finansial. Sementara bagi pemerintah, kewirausahaan sangat penting untuk tujuan ekonomi maupun politik.

Secara ekonomis, kewirausahaan akan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat atau meningkatkan kesejahteraan melalui penciptaan produk baru dengan kualitas yang lebih baik dan harga lebih murah. Pemerintah juga bisa mengurangi pengagguran dan kemiskinan. 

Sementara dari sisi politik, pemerintah yang tak berhasil meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran dan kemiskinan akan jadi tak populer. Sehingga peluangnya untuk terpilih kembali dalam pemilu menjadi lebih kecil.

Itu artinya, Pemerintah harus mati-matian menerapkan siasat apa pun untuk mengatrol pertumbuhan rasio kewirausahaan.

Berdasarkan proyeksi, Indonesia akan mengalami kemajuan di usia seratus tahun, atau di tahun 2045. Tentu saja jika kita bisa terus menjaga policy dan mengimplementasikannya dengan baik.

Inovasi juga menjadi faktor penting, terutama di tengah pandemi. Tanpa inovasi semua proyeksi bisa kabur atau bahkan membuat kita tersungkur kembali ke titik nol.

Karena itu, hal lain yang juga penting manakala kita ingin menggapai masa emas di usia keseratus, atau di tahun 2045, adalah meningkatkan rasio kewirausahaan. Karena di dalam kewirausahaan itulah kita dituntut untuk bisa berinovasi.

Ini jadi penting, sekaligus mengingatkan, karena betapa pun kita percaya soal mantra ini, namun seringkali kita abai untuk mengimaninya. Padahal, sekian lama kita sudah diingatkan, termasuk oleh Joseph Schumpeter. Kata dia, suatu negara harus memiliki aspek kewirausahaan jika ingin menjadi maju.

Schumpeter juga mengingatkan, jika konsumsi yang tinggi di satu negara saja tidak cukup, karena tidak menutup kemungkinan konsumsi yang besar ada di impor. Dalam konteks inilah seorang wirausahawan dapat melakukan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, karena mendorong investasi.

Itulah kenapa, kewirausahaan memainkan peran penting untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi, memberikan kontribusi terhadap investasi, dan akhirnya megnhasilkan cuan dalam bentuk pendapatan per kapita.

Afirmasi Wirausaha
Saat ini, sebagian negara maju memiliki rasio kewirausahaan di angka 10-12 persen. Oleh karena itu, untuk mengejar ketertinggalan tersebut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menargetkan peningkatan secara bertahap.

‘Rata-rata negara maju jumlah wirausahanya sudah 12 persen. Untuk menjadi negara maju minimum 4 persen. Makanya kita terus mengejar. Penguatan kewirausahaan masuk RP JMN untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” ujarnya.

Salah upaya penting untuk mendorong peningkatan rasio kewirausahaan tersebut menurut Teten adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perspres) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional Tahun 2021-2024.

Perpres yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi dan resmi berlaku pada 3 Januari 2022 ini menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan Pemangku Kepentingan dalam melakukan Pengembangan Kewirausahaan Nasional yang ditetapkan untuk periode tahun 2021 - 2024.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional Tahun 2021 -2024 ini digadang sebagai terobosan percepatan pertumbuhan rasio kewirausaahan.

“Perpres Pengembangan Kewirausahaan Nasional sangat diperlukan untuk mengejar ketertinggalan jumlah Wirausaha di Indonesia yang masih mencapai 3,47 persen. Pemerintah menargetkan pertumbuhan rasio kewirausahaan pada 2024 mencapai 3,95 persen agar struktur ekonomi nasional lebih kuat,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam siaran resminya, Senin (24/1/2022).

Menkop UKM juga mengatakan Perpres ini memberikan Kemudahan, Insentif, dan Pemulihan bagi wirausaha baik yang sudah menjalankan usahanya maupun yang baru merintis sebagai wirausaha.

Kemudahan tersebut mencakup pendaftaran perizinan secara elektronik, fasilitasi standardisasi dan sertifikasi dalam negeri dan untuk ekspor, akses pembiayaan dan penjaminan, dan pengutamaan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta pengutamaan dalam akses pasar digital Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Selain itu diberikan juga kemudahan untuk mendapatkan akses penyediaan bahan baku dan/atau bahan penolong, mengakses fasilitas umum meliputi lahan area komersial, pada tempat perbelanjaan, dan/atau tempat promosi yang strategis pada infrastruktur publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan riset dan pengembangan usaha, dan mendapatkan akses peningkatan kapasitas usaha melalui pendampingan, pendidikan dan pelatihan, dan bimbingan teknis.

Masih ingat, bagaimana kesalnya Presiden Joko Widodo karena porsi penawaran produk dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih minim di tempat peristirahatan atau rest area yang ada di berbagai tol di Indonesia? Perpres Kewirausahaan memastikan, hal itu tak akan terjadi kembali. [ ]