RUU EBT : Perlu Aturan Ekspor Impor Bahan Baku

RUU EBT : Perlu Aturan Ekspor Impor Bahan Baku
PLTB dan PLTS Atap/ net

MONITORDAY.COM - Selama ini praktik ekspor bahan baku sumber energi terbarukan (ET) dilakukan meliputi biomassa, cangkang sawit hingga wood pellet. Kegiatan ekspor ini membuat pemanfaatan sumber ET untuk dalam negeri menjadi minim, hal ini juga membuat harga untuk pasar dalam negeri jadi mahal pasalnya mengikuti indeks yang digunakan untuk pasar ekspor.

Kalau ekspor diperketat atau dilarang sama sekali justru akan meningkatkan investasi pada sisi pembangkit atau infrastruktur lain yang memerlukan feedstock biomassa tersebut. 

Hal tersebut menjadi masukan penting bagi Pemerintah dan DPR dalam menyiapkan UU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang saat ini menjadi salah satu prioritas program legislasi nasional. 

Dalam Pasal 35 ayat 1 disebutkan Badan Usaha dapat melaksanakan ekspor dan atau impor sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, huruf f, huruf g dan huruf h. 

Adapun sumber ET tersebut meliputi biomassa, sampah, limbah produk pertanian dan limbah atau kotoran hewan ternak.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan Sumber ET yang diekspor dikenai pungutan ekspor yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu pada ayat (3) menyebutkan kegiatan ekspor dan atau impor Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Pada Bab IV RUU tersebut membahas tentang Energi Baru yang terdiri atas nuklir dan sumber energi baru lainnya. Nuklir tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan pembangkit daya nuklir, yang terdiri atas pembangkit listrik tenaga nuklir dan pembangkit panas nuklir.

Lalu, Bab V membahas mengenai ET, yang terdiri dari panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, serta sumber energi terbarukan lainnya.

Pasal 29 RUU EBT ini memerintahkan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan perizinan berusaha dalam pengusahaan ET. Kemudahan tersebut meliputi prosedur, jangka waktu dan biaya.

Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan energi terbarukan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 40 ayat (1). Lalu, pemerintah pusat dapat menugaskan badan usaha swasta yang memiliki wilayah usaha ketenagalistrikan untuk membeli listrik yang dihasilkan ET.