RKUHP: Menghina Presiden, Nikah Siri, dan Poligami Bisa Dipidana

Tepat seabad sejak hukum kolonial yang awalnya diterapkan di Hindia Belanda ini berlaku, usulan RKUHP digodok di parlemen. Betul-betu demi memenuhi kebutuhan rakyat atau hanya jadi alat bargaining politik menjelang 2019?

RKUHP: Menghina Presiden, Nikah Siri, dan Poligami Bisa Dipidana
source : farahdila.blog

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sedang digodok di parlemen. Banyak penyesuaian yang sudah dilakukan atas kitab hukum yang berusia seabad ini. Kali ini sorotan publik terkait pada pasal-pasal yang menyangkut penghinaan terhadap kepala negara. Pasal yang pernah terkubur bersama keputusan Mahkamah Konstutusi tahun 2006 ini kembali masuk dalam rancangan KUHP. Pasal yang bisa menjadi psal karet ini dianggap sementara kalangan bisa membungkam demokrasi.  

Ahi hukum pidana Hery Firmansyah berpendapat bahwa Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang memunculkan kembali pasal penghinaan kepada Presiden tidak disosialisakan kepada masyarakat terlebih dahulu. Menurutnya, ketika suatu perundang-undangan diciptakan, maka akan bersifat mengikat. Ia menyangsikan bahwa RKUHP itu dibuat untuk kepentingan atau sesuai kebutuhan rakyat.

Pengamat Politik, Ray Rangkuti menegaskan bahwa DPR tidak boleh membuat undang-undang sesuai agenda politik masing-masing. Ray meyakini bahwa anggota DPR hanya berfikir bagaimana melindungi kekuasaan. Pasalnya, DPR kerap memunculkan kembali ketentuan yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengkritik Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasalnya, DPR memunculkan kembali pasal penghinaan terhadap pemerintah dalam rancangan RKUHP, termasuk penyerangan pada Presiden dan Wakil Presiden. DPR membahasnya dengan dangkal dan tidak partisipatif. Pasalnya pun terlalu banyak.

Pada bagian lain publik juga mengkritisi pasal-pasal terkait nikah siri dan poligami. Pada Pasal 484 Ayat (1) Huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018 menyatakan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan. Draft ini berpotensi menyeret ke meja hukum mereka yang melakukan pernikahan baik secara agama maupun adat dan tidak dicatatkan ke KUA atau Catatan Sipil.

RKUHP ini dibahas tepat seabad  hukum kolonial yang kemudian diadopsi menjadi KUHP mengatur tatanan hukum di negeri yang duu bernama Hindia Belanda ini.  Berdasarkan SK atau Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.

Walau banyak penyesuaian, namun KUHP pada dasarnya adalah produk kolonial. Belanda memang dikenal sebagai peletak dasar kehidupan bersendi hukum di dunia. Pakar hukum, negarawan, dan tokoh bangsa Indonesia juga banyak yang menempuh pendidikan hukum di Belanda.

Kitab Hukum yag nama aslinya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie  ini pantaslah disebut kitab agung karena sanggup bertahan seabad diterapkan menjadi landasan bagi para penegak hukum. Kitab ini terbagi menjadi dua bagian: hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Semua hal yang berkaitan dengan hukum pidana materiil adalah tentang tindak pidana, pelaku tindak pidana dan pidana (sanksi). Sedangkan, hukum pidana formil adalah hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil.

Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.