Revolusi Substansial dan Godaan di Tengah Perjalanannya

Ditumbangkannya pucuk tertinggi pemerintahan tiran, bukan berarti kerja revolusi telah selesai.

Revolusi Substansial dan Godaan di Tengah Perjalanannya
Revolusi (Personal Liberty Digest)

MONDAYREVIEW.COM – Revolusi Mesir 26 Desember 2011 merupakan sampel yang bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan sosial politik. Tumbangnya pemerintahan Husni Mubarak yang tiran, korupsi, dan melanggar hak asasi manusia selama 30 tahun; namun berselang tahun kemudian ia dinyatakan tak bersalah.

Sementara para demonstran yang mengguncang dunia dalam drama 18 hari di Lapangan Tahrir kini menghuni penjara-penjara yang sesak dengan tahanan politik-termasuk para anggota gerakan terlarang Al-Ikhwan al-Muslimun, para aktivis, pengacara, wartawan, atau siapa saja yang mencoba menantang rezim militer Presiden Abdel Fattah al-Sisi.

Angin perubahan di Mesir memang seakan berbalik 180 derajat ketika Abdel Fatah al-Sisi bersama pasukan militernya melakukan kudeta menjungkalkan Presiden Mesir saat itu Muhammad Mursi.

Apa yang bisa dipelajari dari hal tersebut? Yakni ditumbangkannya pucuk tertinggi pemerintahan tiran, bukan berarti kerja revolusi telah selesai. Kekuatan lama tiran masih dapat memulihkan diri dan kembali pada suatu purnama. Entah itu melalui kekuatan militer ataupun dengan menunjukkan bahwa pemerintahan baru tak lebih baik dari mereka. Kekuatan lama tiran juga bisa ter-copy paste dalam bentuk sikap. Sikap otoriter, korupsi, melanggar hak asasi manusia bisa jadi dilakoni sosok-sosok baru yang mentas di sosial politik.

Kerja revolusi substansial memang tidak mudah. Dikarenakan bisa jadi mereka-mereka yang menyerukan revolusi, ketika menggenggam kekuasaan dan mendapatkan akses ekonomi, ternyata berperilaku 11,12 dengan tiran sebelumnya. Maka revolusi sesungguhnya berpegang pada nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Dan nilai-nilai itulah yang harus terus diperjuangkan di tengah konstelasi para aktor politik dan tuntutan rakyat.