Reformasi Pembelajaran Sejarah
Mapel sejarah direncanakan akan menjadi mapel pilihan atau tidak wajib di tingkat Sekolah Menengah Atas.

MONDAYREVIEW.COM – Polemik perihal penghapusan mata pelajaran sejarah mencuat di media sosial. Mapel sejarah direncanakan akan menjadi mapel pilihan atau tidak wajib di tingkat Sekolah Menengah Atas. Hal ini juga dalam rangka penyederhanaan kurikulum di tengah pandemi. Wacana menimbulkan beragam respon dari masyarakat, kebanyakan menolak dan menentang keras rencana tersebut. Alasannya bermacam-macam, salah satunya adalah ketakutan bahwa para peserta didik tidak mengenal sejarah bangsanya sendiri. Namun ada juga kalangan yang menganggap bahwa memang di tingkat sekolah menengah atas, peserta didik sudah harus fokus untuk memilih pembelajaran sesuai minat dan bakatnya. Tidak mewajibkan mapel sejarah bukan masalah seperti halnya mahasiswa yang hanya mempelajari matkul sesuai jurusannya.
Hilmar Farid, Ph.D ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi mendukung mata pelajaran sejarah tetap ada dan tidak dihapus dalam kurikulum. Menurut Masyarakat Sejarawan Indonesia, mapel sejarah punya posisi strategis bagi pembentukan karakter peserta didik. Selain itu perlu juga penyamaan kualitas pendidikan antara pendidikan umum dan kejuruan, serta peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran sejarah. Budiman Sujatmiko ketua Inovator 4.0 dalam twitternya menyatakan hal yang senada, bahwa pembelajaran sejarah kita perlu diubah dari hafalan menjadi lebih analitik. Hal tersebut yang akan membuat pendidikan sejarah menjadi menarik dan mempunyai dampak positif bagi karakter siswa.
Tanpa bermaksud meremehkan usaha para guru untuk mengajar sejarah, dan juga usaha para penyusun kurikulum sejarah, namun kita memerlukan reformasi bagi pembelajaran sejarah. Selama ini peserta didik ditekankan untuk menghafal suatu peristiwa sejarah lebih ke 5W + 1H. Peserta didik dianggap berhasil saat menguasai hafalan-hafalan mengenai apa yang terjadi di masa lalu. Yang kurang ditekankan adalah kemampuan analisis mengenai peristiwa sejarah. Padahal analisis sejarah ini yang akan membuat pelajaran sejarah lebih menarik dan mengasah nalar. Contoh sederhana selama ini mapel sejarah lebih sering menanyakan waktu kejadian Perang Jawa terjadi. Namun jarang ditemukan pertanyaan lebih ke analisis, misalnya mengapa Perang Jawa terjadi? Apa dampak Perang Jawa terhadap hubungan Indonesia dan penjajah setelahnya?
Kemajuan teknologi yang tak dapat dibendung seperti sekarang ini membuat banyak sekali sumber-sumber yang bisa diakses oleh peserta didik. Hal ini membuat soal-soal dengan tema hafalan sudah tidak relevan lagi. Di tengah amat banyaknya referensi perihal sejarah, peserta didik semestinya dilatih untuk melakukan analisis secara kritis terkait peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu. Peserta didik juga perlu diajarkan guna bisa memetik hikmah dari peristiwa sejarah dan relevansinya pada masa kini. Dengan demikian, sejarah tidak lagi menjadi pelajaran yang menjemukan, namun melatih daya pikir siswa. Memang, dalam praktiknya siswa memiliki macam-macam minat bakat, ada yang mempunyai bakat alam dalam dunia sejarah. Namun ada juga yang lebih menyukai dunia ilmu pasti misalnya. Hal ini bukan masalah, yang penting anak-anak mengerti sejarah-sejarah yang penting seperti tentang kemerdekaan bangsa ini.
Mengemas sejarah menjadi lebih menarik dapat dilakukan juga dengan membuat film tentang sejarah. Sudah banyak biopic-biopik mengenai tokoh-tokoh bangsa yang filmnya dapat diakses dengan mudah. Misalnya Film tentang pahlawan nasional, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, HOS Cokroaminoto, Kartini, Soekarno, Soedirman dll. Guru tinggal memutar film tersebut dan meminta siswa belajar dari film tersebut. Tentu guru perlu kritis bagian mana dalam film yang mungkin dilebih-lebihkan guna diterangkan kepada siswa. Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Begitulah sesepuh kita mengajarkan. Namun pembelajaran sejarah pun mesti dibenahi sehingga bisa lebih disukai oleh peserta didik.