Beradaptasi dengan Ekosistem Digital

Adaptasi ekosistem digital bagi pelaku usaha retail menghadapi persoalan serius berupa keterbatasan logistik dan distribusi. Perlu effort dan ragam pilihan belanja dan distribusi online.

Beradaptasi dengan Ekosistem Digital
Ilustrasi foto/Net

MONDAYREVIEW.COM - PANDEMI Covid-19 sangat berdampak besar terhadap perekonomian dan sektor usaha. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di hampir semua wilayah di Indonesia membuat sebagian besar mereka sesak nafas, sebagian lainnya bahkan nyaris mati.

Bisnis retail adalah salah satu usaha yang paling terdampak. Sebagian segmen di sektor usaha ini sangat terpuruk. Seperti pasar tradisional, yang selama ini mendominasi ceruk pasar sebesar 70 persen, juga nyaris luluh lantah.

Selain dianggap sulit menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak, pasar tradisional juga disebut menjadi cluster baru penyebaran Covid-19. Hilir mudik barang dan orang yang sulit terkontrol membuat pasar tradisional menjadi tempat yang potensial menjadi episenter baru penyebaran Covid-19.

Celakanya, pasar tradisional ini kadung jadi tumpuan banyak orang untuk meraih cuan dan mencari nafkah. Sehingga pemerintah selalu mengalami kesulitan untuk melakukan penertiban, pembatasan apalagi penutupan.

Peristiwa penolakan rapid test di beberapa pasar tradisional akhirnya terjadi. Selain karena adanya ketakutan jika setelah pemeriksaan mereka akan berhenti beraktivitas juga karena mereka mengalami kesulitan untuk mulai beradaptasi dengan ekosistem digital.

Di beberapa tempat di DKI terutama, upaya itu sebetulnya sudah mulai dilakukan. Setidaknya, ada 105 pasar yang mulai mengadopsi sistem belanja online secara sederhana. Adalah para pedagang di pasar-pasar kelolaan Perumda Pasar Jaya yang kini didorong melayani transaksi melalui aplikasi pesan WhatsApp. Nomor kontak para pedagang itu dipublikasikan melalui media sosial Perumda Pasar Jaya.

Masyarakat yang ingin berbelanja cukup mengirim pesan ke nomor pedagang di pasar terdekat, lalu barang akan diantar keesokan harinya. Pembayaran pun akan dilakukan setelah barang diterima di rumah.

Hanya saja, ini perlu effort yang cukup ekstra. Selain dari kebiasaan yang sulit diubah, juga karena masih menghadapi persoalan keterbatasan logistik dan distribusi.

Persoalan ini sebetulnya tidak saja bagi para pedagang pasar, namun segmen minimarket yang memegang 23% ceruk pasar dan supermarket yang hanya tersedia di kota-kota besar dan hanya mendapatkan jatah 7% saja.

Keterbatasan logistik dan distribusi ini juga membuat penyedia aplikasi belanja online produk segar seperti HappyFresh, GrabMart, dan Sayur Box masih sulit merebut ceruk pasar. “Porsi belanja bahan pokok secara online masih sangat kecil di Indonesia, meski sebagian besar supermarket dan minimarket sudah memperkenalkan aplikasi,” demikian dikutip dari studi DBS yang berjudul ASEAN Grocery Retail.

Itulah mengapa Menteri Perdagangan Agus Suparmato berkali-kali mengingatkan para pelaku bisnis ritel untuk beradaptasi dengan ekosistem digital selama masa normal baru.

"Sebenarnya saya ingin mengingatkan kembali untuk mendorong bisnis ritel supaya bisa beradaptasi dengan pola peralihan sistem transaksi di masa mendatang," ujar Mendag Agus dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.

Menurut Mendag, bisnis ritel tidak hanya fokus pada bisnis offline, melainkan juga masuk ke dalam ekosistem bisnis digital. Memadukan penjualan online dan offline.

Dia juga kembali mengingatkan agar seluruh masyarakat baik konsumen maupun pedagang serta pengelola bisnis ritel ini untuk tetap mengedepankan protokol kesehatan.

"Saya rasa dengan normal baru ini, kita harus memiliki semangat baru atau new spirit. Semoga apa yang kita lakukan berjalan dengan baik," kata Mendag Agus.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan segera mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) untuk memudahkan kegiatan para pelaku usaha perdagangan elektronik (e-commerce).

Agus Suparmanto mengatakan Permendag yang akan diterbitkan tersebut turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Peraturan Pemerintah Nomor 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) itu diterbitkan untuk mendorong perkembangan e-commerce yang berkelanjutan di Tanah Air.

Selain itu, regulasi tersebut bertujuan meningkatkan perdagangan produk dalam negeri dan mendorong peningkatan ekspor secara daring.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan Permendag turunan PP 80/2019 itu sesegera mungkin diterbitkan untuk melindungi pelaku usaha dan konsumen, mengingat perkembangan niaga elektronik yang begitu dinamis.

Gerakan-gerakan seperti ‘Belanja di Warung Tetangga’ yang digalakan Kemenkop UKM sebetulnya bisa jadi alternatif dan paling ideal. Selain mampu memangkas rantai distribusi, tentu saja juga membangkitkan para pelaku usaha kecil hingga ke akar rumput. Tak terfokus kepada minimarket dan supermarket yang memang hanya ada di kota-kota besar.