Prihatin Melihat Kondisi Umat, Aktivis Muda Muhammadiyah Ini Terbitkan Buku

Mantan Direktur Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menerbitkan buku yang berjudul “Membela Islam, Membela Kemanusiaan”

Prihatin Melihat Kondisi Umat, Aktivis Muda Muhammadiyah Ini Terbitkan Buku
Sumber Foto: Kompas.com

MONDAYREVIEW.COM  -  Berangkat dari keprihatinan istilah "Aksi Bela Islam" yang mendadak populer di panggung politik dan gerakan keagamaan kontemporer mantan Direktur Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menerbitkan buku yang berjudul “Membela Islam, Membela Kemanusiaan”. Dan peluncuran buku tersebut digelar di Auditorium Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS), Jakarta pada Rabu (18/10) malam.

Nampak sejumlah tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang dan lintas agama yang hadir pada peluncuran buku tersebut.  Antara lain Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah  Buya Syafii Maarif, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom, Rohaniawan Katolik Franz Magnis Suseno dan lain-lain.

Fajar mengatakan pembelaan terhadap Islam telah mengalami pergeseran makna. “Aksi Bela Islam” hanya digunakan menjadi mantra ampuh untuk memobilisasi dukungan umat Islam dalam merespons isu-isu sosial dan politik aktual yang dianggap berkaitan dengan nasib dan kepentingan umat Islam.

Sejati, pembelaan terhadap Islam seharusnya selaras dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang universal. “Pembelaan terhadap agama Islam hendaklah berpijak pada kepentingan menjaga hak-hak umat Islam yang selaras dengan bangunan politik kebangsaan yang inklusif dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang universal,” katanya seperti dilansir Kompas.com, (19/10).

Lebih lanjut alumni Pondok Pesantren Hajjah Nuriyah Shabran ini  saat ini masyarakat tengah terseret oleh arus polarisasi yang tajam sehingga memerlukan kearifan semua pihak agar integrasi bangsa tidak tergerus. Dia berharap para elite politik dan tokoh agama tidak melontarkan pernyataan yang memicu sentimen sektarian maupun rasial. "Semangat membela Islam di Republik ini menjadi bagian dari ruh membela tanah air, perekat solidaritas kebangsaan," katanya.

Sementara itu rohaniawan Katolik Franz Magnis Suseno saat memberikan testimoni mengenain isi buku ini menilai bahwa masih sangat dibutuhkan untuk menciptakan kedamaian dan rekonsiliasi konflik di tengah masyarakat. Meski tak dipungkiri, muncul banyak anggapan bahwa agama menjadi salah satu sumber dari kekacauan.

"Di tengah-tengah pandangan bahwa agama menciptakan kekacauan, masih banyak bukti bahwa agama itu menyejukkan, mendamaikan konflik dan menciptakan rekonsiliasi," ujarnya.

Sebagai penutup, tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif memberikan pandangannya soal praktik beragama, khususnya oleh umat Islam. Menurut Buya, masih banyak orang yang tidak melihat inti dari ajaran Islam itu sendiri, yakni kemanusiaan. "Orang sering tidak melihat Islam pada intinya, yaitu kemanusiaan. Beragama secara tulus dan otentik, ini yang kurang. Bicara dari hati ke hati antar-umat beragama," ucap Buya.

Buya menuturkan, semestinya agama Islam dijalankan satu napas dengan kemanusiaan. Hal itu sering tidak dipahami oleh banyak orang. Tidak heran, kata Buya, jika saat ini muncul kelompok-kelompok radikal yang merasa dirinya paling benar di antara kelompok lain. "Islam itu semestinya satu napas dengan kemanusiaan dan ini tidak dipahami oleh kelompok-kelompok yang mengaku dirinya paling benar, yang radikal. Tapi saya katakan mereka itu ibarat sarang yang diletakkan di dahan rapuh. Tidak akan bertahan lama," kata Buya.