Presidium Gen-MU: Ada 5 Alasan Kenapa Jokowi Harus Kembali Memimpin Indonesia pada 2019-2024
Dibandingkan dengan calon lainnya, dari sisi manapun Jokowi tetap lebih unggul.

SALAH satu Presidium Gen-Mu, Yayan Sopyani el-Hadi secara blak-blakan menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden RI dua periode. Menurutnya, ada banyak alasan kenapa kemudian Jokowi layak kembali memimpin Indonesia pada 2019-2024.
“Dibandingkan dengan calon lainnya, dari sisi manapun Jokowi tetap lebih unggul,” ujar Yayan Sopyani, saat berbincang santai di kantornya, di daerah Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (4/8/2018).
Calon anggota legislatif dapil 10 Jabar ini pun menuturkan sejumlah alasan kenapa kemudian Joko Widodo harus dua periode. Pertama, kata dia, dari sisi ideologis Presiden Jokowi benar-benar menjalankan Pancasila 1 Juni 1945, yang bukan semata ideologi partai melainkan juga Ideologi negara bangsa Indonesia.
“Rumusan-rumusan yang tertuang dalam sila-sila Pancasila benar-benar dijalankan Presiden Joko Widodo. Pancasila sebagai basis program Nawacita pun dilaksanakan dengan sangat baik. Sebagai contoh, terkait dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Ketua PP Baitul Muslimin ini juga menuturkan, bila Jokowi benar-benar menjalankan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Yaitu Ketuhanan yang Beradab, yang menghargai semua agama yang diakui negara, bahkan termasuk aliran kepercayaan.
“Ketuhanan yang beradab, sebagaimana penjelasan Bung Karno pada 1 Juni 1945 saat menjelaskan falsafah dasar negara Indonesia adalah, ketuhanan yang bisa dan harus saling menghormati satu sama lain,” tambahnya.
Secara faktual, di era Jokowi berhasil meminimalisasi ketuhanan yang kurang beradab. Yaitu ketuhanan yang justru menjadi basis persoalan, atau bahkan dijadikan masalah untuk kepentingan tertentu.
“Era Jokowi sangat clear. Karena Jokowi menjalankan ideologis Pancasila dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Selanjutnya dari sisi politik, Jokowi betul-betul telah berhasil membangun susunan politik yang stabil. Bahkan secara cerdas dan elegan, Jokowi berhasil mengatasi beban politik pasca Pilpres 2014 yang mengkristal dalam koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).
Secara praktis, Jokowi telah berhasil membangun stabilitas politik. Kebijakan-kebijakan Jokowi untuk mewujudkan Nawacita mendapat dukungan penuh dari parlemen. Sebut saja kebijakan dalam menentukan Panglima TNI, Kapolri maupun kebijakan terkait dengan tax amnesty.
Ini berimbas pada dukungan kepada Jokowi dari partai politik yang kian menguat. Jokowi berhasil membangun kekuatan politik partai yang mencapai hampir 70 persen. Tentu saja ini penting sebab salah satu prasyarat menjalankan pembangunan nasional adalah dengan adanya stabilitas politik. Tanpa stabilitas, pembangunan bisa terganggu. Dan inilh kelebihan lain Jokowi, yaitu menopang stabilitas politik dengan cara-cara demokratis, bukan dengan cara-cara otoriter.
“Tidaklah heran, secara global, Jokowi menuai banyak pujian karena menjadikan Indonesia benar-benar negara demokratis yang membuat bangsa lain terharu. Misal saja, sebagaimana yang disampaikan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani. Demonstrasi di jalanan atau protes di medsos bisa dijalankan dengan bebas. Beda dengan negara di bawah rezim ototiter, begitu ada protes langsung ditangkap dan sebagian di antaranya tiba-tiba menghilang hingga kini,” tutur Yayan Sopyani.
Pun demikian dari sisi ekonomi, dengan basis utama Pancasila, Jokowi seara serius menjalankan Pancasila dalam hal mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jokowi tak hanya membangun pertumbuhan ekonomi. Sebab buat apa pertumbuhan tanpa pemerataan.
Benar bahwa gini-ratio masih cukup tinggi, tapi Jokowi secara serius membuktikan mau menurunkan ini dan faktanya terus menurun dari 0,4 persen, lalu pada September turun menjadi 0,391 persen dan Maret 2018 turun lagi menjadi 0,389 persen. Ini bukti nyata betapa Jokowi sangat serius.
“Dengan skema membangun Indonesia dari desa dan pinggiran, Jokowi benar-benar membangun Indonesiasentris, yang mendobrak pembangunan selama ini yang selalu Jakarta-Sentris. Maka kini, harga BBM di Jakarta sama dengan harga BBM di Papua dan di seluruh rakyat Indonesia. Dana desa melimpah di era Jokowi, dan mencapai 60 triliun. Ada pula Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang memberikan kesempatan dan perlindungan yang sama kepada seluruh warga. Inilah konsep keadilan dan gotong royong Pancasila,” terang Yayan.
Lalu, dari sisi hukum. Jokowi secara serius telah melakukan pemberantasan korupsi. Bagi Jokowi, pemberantasan korupsi itu merupakan hal yang niscaya dan sebuah keharusan, bukan karena ada motif politik.
“Maka di era Jokowi, hukum benar-benar tegak, dan siapapun yang korupsi dari latarbelakang partai apapun, akan ditangkap. Harus diakui, Indonesia masih berada di urutan ke 96 dari 180 negara. Namun harus diakui pula kinerja mencegah dan memberantas korupsi bukan semata tugas Jokowi namun juga tugas semua lembaga negara seperti DPR, Polri dan KPK. Dan yang pasti, Jokowi tak pernah mau intervensi terkait dengan pemberasantan korupsi,” terangnya.
Terakhir, soal sisi integritas. Dalam kepemimpinan modern, integritas merupakan hal utama dan pertama. Integritas adalah konsep yang berkatitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip dan berbagai hal yang dihasilkan.
Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Dan ini dimiliki oleh Jokowi. Secara praktis, Jokowi membangun system kinerja berbasis meritokratik; siapa yang bisa dan berprestasi maka layak diberi apresiasi.
“Jokowi tak membangun sistem kerja dengan picik seperti berbasis pada kedekatan atau hanya menampung kelompok tertentu saja. Bagi Jokowi rata, sebab ia adalah Presiden semua rakyat Indonesia,” pungkas Yayan Sopyani.
Secarapribadi, Jokowi juga membangun integritas dengan standar tinggi. Tak pernah memperlakukan keluarga sebagai prioritas. Atau dengan kata lain, tak pernah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Istri Jokowi adalah ibu rumah tangga biasa, yang tak pernah ikut cawe-cawe dalam proyek atau ikut terlibat dalam negosiasi politik. Anak Jokowi tak lulus PNS merupakan perkara biasa saja, tanpa harus curhat di depan publik. Dua anak lelaki Jokowi bisnis sebagaimana anak rakyat Indonesia pada umumnya, tanpa harus pongah karena bapak seorang presiden. Jokowi juga tak mengkarbit anak-nya dengan cara menenteng kemana-mana seperti rantang agar dikenal banyak orang. Anak-anak Jokowi adalah gambaran umum anak-anak Indonesia. Sebab memang Jokowi adalah pemimpin yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat.