TNI-Polri, Kerukunan Beragama dan Amanat Reformasi
Fachrul Razi Menteri Agama RI yang juga purnawirawan TNI AD mengeluarkan pernyataan bahwa TNI AD akan dilibatkan dalam program kerukunan beragama di Republik Indonesia.

MONDAYREVIEW.COM –Fachrul Razi Menteri Agama RI yang juga purnawirawan TNI AD mengeluarkan pernyataan bahwa TNI AD akan dilibatkan dalam program kerukunan beragama di Republik Indonesia. Selain TNI AD, ke depan Menag berencana juga mengajak Polri untuk membangun kerukunan beragama. Menurut Menag Fachrul Razi, antara pertahanan dengan keagamaan tak bisa dipisahkan. Terlebih bangsa kita adalah bangsa yang religius.
Menag tidak merinci program apa saja yang disusun sebagai bentuk kolaborasi antara TNI AD dan Kemenag. Ia hanya menyatakan saat ini sedang membahas hal-hal yang telah dilakukan TNI AD dari sisi pertahanan untuk meningkatkan kerukunan beragama. Setelah itu Kemenag bisa melengkapi dan memainkan peran optimal dalam pendekatan keagamaan. Guna memperoleh hasil optimal, Fachrul memandang dibutuhkan kerja sama dan kesepahaman antara Kementerian Agama sebagai sektor utama di bidang keagamaan dengan lembaga pertahanan negara, seperti TNI atau Polri.
Rencana yang digagas oleh Kemenag tersebut menuai kritik dari beberapa pihak. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menentang rencana pelibatan TNI AD – Polri dalam kehidupan beragama masyarakat. Ada beberapa alasan penolakan Kontras terhadap wacana kebijakan tersebut. Pelibatan TNI-Polri dalam urusan kemasyarakatan meniscayakan pendekatan keamanan. Pendekatan keamanan dalam masyarakat rentan menyebabkan pelanggaran HAM. Terlebih paradigma kerukunan beragama pemerintah masih diskriminatif terhadap golongan minoritas.
Kedua, operasi militer selain perang (OMSP) diperbolehkan untuk dilakukan dengan landasan hukum pasal 7 ayat 2 UU TNI. Pelibatan TNI dalam kerukunan beragama tidak termasuk ke dalam OMSP yang diizinkan. Pelibatan TNI juga bertentangan dengan amanat reformasi yakni penghapusan dwi fungsi ABRI. Berdasarkan dua argumen ini Kontras mendesak pemerintah agar membatalkan rencana tersebut, mengganti pendekatan keamanan dengan pendekatan dialogis dan melanjutkan agenda reformasi yang belum terselesaikan.
Menurut Ihsan Ali Fauzi, Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Paramadina, rencana pelibatan TNI-Polri dalam kerukunan beragama perlu dipertimbangkan matang-matang. Berbagai permasalahan terkait masyarakat seharusnya dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri dengan jalan musyawarah. Melibatkan TNI-Polri dalam persoalan kemasyarakatan dikhawatirkan akan membawa kita mundur kembali ke masa orde baru, ketika aneka konflik yang bisa menyehatkan dan mendewasakan dibungkam negara.
Pasca reformasi, kerukunan antaragama sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006, dimana ditetapkan bahwa Kepala Daerah dibantu oleh Forum Kerukunan Umat Beragama yang bertanggung jawab terhadap hubungan antaragama di suatu daerah. PBM ini disepakati oleh majelis agama-agama yang ada di Indonesia, lahir dari inisiatif masyarakat bukan atas arahan pemerintah. Walaupun selama 15 tahun pelaksanaannya masih banyak kekurangan dalam PBM tersebut, namun bukan berarti kita perlu melibatkan TNI untuk kerukunan beragama. Preseden TNI pernah terlibat dalam kerukunan agama di masa lalu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengadakannya lagi pada masa kini.
Dibanding dengan kembali melibatkan TNI, yang perlu dilakukan adalah memberi edukasi dan penyadaran kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengelolaan kerukunan antaragama. Hal ini masih menjadi tantangan yang besar bagi kita, dimana masih sering terjadi konflik berbasis agama di masyarakat. Tak hanya dengan yang berbeda agama, dengan yang satu agama saja masih sering terjadi dengan alasan aliran sesat. Misalnya kasus penyerangan terhadap syiah dan ahmadiyah. Adapun konflik antaragama biasanya terkait dengan pembangunan rumah ibadah.
Dalam soal pendirian rumah ibadah, setiap umat yang mau mendirikan rumah ibadah harus mendapatkan rekomendasi dari FKUB Kabupaten/Kota. Hasil riset dari PUSAD Paramadina FKUB cukup aktif dalam memberikan rekomendasi tempat ibadah. Tak hanya memberikan rekomendasi, FKUB juga aktif melakukan pendekatan kepada masyarakat jika ada masalah. Ini menunjukan bahwa masyarakat bisa bermusyawarah menyelesaikan masalahnya sendiri, pemerintah hanya sebagai fasilitator.