PPP: Ide Mendagri Soal Pj Gubernur dari Polisi Pancing Kegaduhan Politik

PPP tidak melihat adanya landasan yuridis dari gagasan Mendagri soal Pj Gubernur

PPP: Ide Mendagri Soal Pj Gubernur dari Polisi Pancing Kegaduhan Politik
Arwani Thomafi. (ist)

MONITORDAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arwani Thomafi menilai usulan Mendagri Tjahjo Kumolo soal Pejabat (Pj) Gubernur dari Polisi telah memancing kegaduhan politik.

"Ide mendagri telah memancing kegaduhan politik. Ini tidak bagus dalam konteks menjaga stabilitas politik dan ekonomi nasional," kata Arwani di Jakarta dalam keterangan tertulis yang diperoleh monitorday.com, Minggu (28/1/2018).

Ia memandang argumentasi Mendagri yang berdalih mempertimbangkan tingkat kerawanan tersebut, terbuka untuk diperdebatkan. Pasalnya, bila merujuk data Polri, daerah rawan dalam Pilkada juga terjadi di Sulawesi Selatan yang Gubernurnya akan berakhir pada April 2018 mendatang.

"Pertanyaannya, mengapa Sulsel tidak ditunjuk Pj Gubernur dari Polisi aktif?" imbuhnya.

Pihaknya juga tidak melihat adanya landasan yuridis dari gagasan Mendagri ini. Rujukan Mendagri dengan mengutip Pasal 4 ayat (2) Permendagri No 1 Tahun 2018 tentang Cuti Di Luar Tanggungan, dengan menganalogikan pejabat madya tingkat pusat/pemrprov dengan inspektorat jenderal (irjen) atau mayor jenderal (mayjend) di TNI/Polri dianggap analogi yang tidak tepat.

"Menyetarakan aparatur sipil negara dengan polisi atau TNI merupakan tindakan yang missleading," tegasnya.

Terlebih, langkah Mendagri itu menurutnya kontraproduktif atas imbauan Presiden. "Presiden Jokowi, dalam berbagai kesempatan mendorong adanya stabilitas politik dan menghindari kegaduhan politik," ujarnya.

Arwani yang juga Ketua Fraksi PPP di MPR itu menjelaskan Ketentuan Pasal 202 ayat (10) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pejabat Gubernur berasal dari jabatan tinggi madya dalam jajaran ASN setingkat Eselon I di Kemendagri sendiri. Hal ini berlaku juga untuk pejabat Bupati/Walikota adalah pimpinan tinggi pratama dari Pemda Tingkat Provinsi.

Gagasan ini, lanjut dia, juga secara nyata dan meyakinkan menabrak sejumlah regulasi seperti Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Disebutkan bahwa jabatan ASN yang dapat diisi oleh prajurit TNI/anggota polisi hanya berada di tingkat pusat.

Lebih lanjut, ia mengutarakan ide tersebut juga bertentangan dengan Pasal 13 huruf a, b dan c UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang menyebutkan tugas pokok polri adalah memelihara ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Kemudian, bertentangan dengan Ketentuan Tap MPR Nomor VII /MPR/2000, Pasal 10 ayat (3) yang menegaskan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Kedua, pejabat yang diusulkan adalah polisi aktif sehingga tidak boleh menjabat di luar kepolisian.

"Saya menyarankan agar gagasan dan rencana tersebut diurungkan. Sikap ini juga selaras dengan imbauan Presiden agar elit tidak membuat kegaduhan yang tidak perlu," pungkas Arwani.

 

[Ags]