Polemik RUU HIP, Akankah Sejarah Berulang?

Setelah melewati lika-liku dialektika dan perjalanan sejarah, pancasila menjadi titik temu serta landasan bersama dalam bernegara. Pancasila menjadi ideologi terbuka yang bisa ditafsirkan dalam beragam perspektif.

Polemik RUU HIP, Akankah Sejarah Berulang?
Sumber gambar: Kompas.com

MONDAYREVIEW.COM – Indonesia adalah negara yang berdiri di atas kebhinekaan bangsanya. Indonesia mempunyai keragaman yang tinggi baik dari makhluk hidupnya maupun manusianya. Manusia Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa ibu, ras, agama dan golongan. Guna memayungi seluruh kebhinekaan ini, diperlukan landasan negara yang bisa diterima semua pihak. Dasar negara itulah yang kita sebut dengan pancasila.

Setelah melewati lika-liku dialektika dan perjalanan sejarah, pancasila menjadi titik temu serta landasan bersama dalam bernegara. Pancasila menjadi ideologi terbuka yang bisa ditafsirkan dalam beragam perspektif. Hal ini merupakan suatu yang bagus mengingat bangsa Indonesia tidak perlu menghabiskan energi lagi untuk berdebat mengenai ideologi yang dianutnya.

Pernah ada suatu masa dalam sejarah Indonesia, dimana terjadi pertentangan ideologi yang sengit antar sesama anak bangsa. Peristiwa ini terekam dalam sidang konstituante dimana terjadi perdebatan antara pengusung ideologi nasionalisme sekuler dengan ideologi Islam sebagai dasar negara. Karena berlarut-larutnya sidang kostituante yang tak kunjung berakhir, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 1959 untuk kembali ke UUD 1945 dan membubarkan majelis konstituante.

Di luar forum sidang konsituante, masyarakat tersekat-sekat berdasarkan ideologi yang dianutnya. Ada yang komunis dengan PKI sebagai partai terbesarnya, ada nasionalis para pendukung PNI, ada muslim modernis yang mendukung Masyumi dan ada muslim tradisionalis yang mendukung partai NU. Sering terjadi gesekan antar ideologi baik bentrok fisik maupun non fisik. Konflik ini berakhir saat orde lama turun dan orde baru naik.

Pada masa orde baru, ideologi diseragamkan menjadi ideologi pancasila versi orde baru. Ideologi-ideologi lain berhasil diredam dan ditertibkan. Gerakan ideologi lain pada masa orba dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Terjadi kestabilan politik dan kemajuan ekonomi pada masa orba. Walaupun banyak sekali pelanggaran HAM dan kebebasan sipil disebabkan rezim yang otoriter.

Pasca tumbangnya orde baru, keran kebebasan dibuka seluas-luasnya. Otoritarianisme runtuh, berganti dengan demokrasi liberal. Mulailah orde reformasi, dimana ideologi-ideologi muncul kembali keluar dari persembunyiannya. Terulanglah kembali dialektika antar ideologi walaupun tanpa bentrok fisik. Komunisme sudah tidak ikut di dalamnya karena sudah digebuk pada akhir orde lama.

Pertikaian ideologi tidak sesengit pada masa lalu, pada masa reformasi masyarakat sudah bisa lebih dewasa dalam menerima perbedaan. Bukan berarti pergesekan ideologi hilang sama sekali, masih ada kelompok Islam yang ingin syariat Islam diformalkan bahkan kekhalifahan Islam dibangkitkan kembali. Kelompok ini dikritik oleh kalangan nasionalis dan muslim yang moderat yang sudah tidak mempertentangkan kembali pancasila dan Islam.

Muncul juga kelompok-kelompok ultra-nasionalis yang anti agama dan suka menjelek-jelekan ajaran agama. Baik kelompok pendukung khilafah maupun kelompok ultra sekuler sama-sama berada titik ekstrem yang ditolak oleh mayoritas bangsa. Dialektika ideologi bangsa termutakhir bisa kita saksikan dalam polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila.

Menurut Ahmad Basarah wakil ketua MPR, RUU HIP diperlukan untuk melindungi pancasila dari ideologi bangsa lain. Dia berpandangan bahwa RUU HIP harus dapat menjadi dokumen hukum yang dapat menyatukan kembali pandangan dan sikap ideologis bangsa. Menanggapi tuduhan bahwa RUU ini dibuat untuk menghidupkan kembali ideologi komunisme, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo membantah hal tersebut. Menurutnya RUU ini akan memperkuat ideologi pancasila dan tak memberikan celah kepada komunisme untuk hidup kembali.

Ketua Majelis Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Pusat Din Syamsuddin berpendapat bahwa RUU HIP mereduksi pancasila. Menurut Din memeras pancasila menjadi trisila lalu ekasila merupakan percobaan memonopoli tafsir pancasila. PP. Muhammadiyah membuat tim khusus guna mengawal penyusunan RUU Haluan Ideologi Pancasila.

Menurut Haedar Nashir ketua PP. Muhammadiyah, semua pihak hendaknya mempunyai keterbukaan untuk menerima masukan dan tidak saling curiga. Yang jelas bahwa Indonesia sudah final bukan negara berlandaskan agama tertentu dan bukan pula negara sekuler anti agama.

Menurut penulis, polemik mengenai RUU HIP mesti segera diselesaikan dan ditemukan solusinya. Mengingat agenda kebangsaan kita masih sangat banyak. Jangan sampai energi kebangsaan kembali dihabiskan oleh perdebatan yang tak berujung. Sejarah yang sudah terjadi mestinya dijadikan pelajaran, dan tidak diulangi hal-hal yang jeleknya.