Polemik Pendidikan di Tanah Air, DPR: Yang Kita Tunggu Adalah Kebijakan

Kalo kita ingin nelakukan transformasi atau perubahan-perubahan di dunia pendidikan itu harus melalui satu proses yang yang panjang, tidak semudah membalik tangan.

Polemik Pendidikan di Tanah Air, DPR: Yang Kita Tunggu Adalah Kebijakan
Anggota Komisi X DPR RI, Prof Zainuddin Maliki bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim (Sumber: Instagram/ @zainuddin.maliki)

MONITORDAY.COM - Anggota Komisi X DPR RI, Prof Zainuddin Maliki mengungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim sangat optimistis dalam mengerjakan persoalan pendidikan di tanah air. Namun, ia menilai mengelola institusi pemerintah tak bisa disamakan dengan mengelola suatu perusahaan.

"Saya melihat memang mas menteri ini awalnya optimis sekali di dalam menangani pendidikan di negara ini, saya cenderung melihat bahwa mengelola negara itu tidak seperti atau tidak bisa disamakan ketika mengelola perusahaan. Jadi mungkin mas menteri berhasil mengelola pengelolaan gojek sebagai sebuah perusahaan tetapi pendidikan itu adalah salah satu institusi negara, jadi mengelola negara tidak bisa di identikan, dianalogikan dengan mengelola industri," kata Prof Zainuddin dalam diskusi Kopi Pahit bertajuk '75 Tahun Indonesia Merdeka: Pendidikan Mau Dibawa Kemana?' secara virtual, Minggu (09/08/2020).

Lebih lanjut, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu mengatakan transformasi dalam dunia pendidikan merupakan suatu proses perubahan yang tentunya membutuhkan waktu panjang untuk mencapai maksud dan tujuannya, tak semudah membalikkan telapak tangan. 

"Kalo kita ingin nelakukan transformasi atau perubahan-perubahan di dunia pendidikan itu harus melalui satu proses yang yang panjang, tidak semudah membalik tangan," ungkapnya. 

Selain itu, Prof Zainuddin mengaku setuju dengan program 'Merdeka Belajar' yang digagas oleh Mendikbud, dalam merdeka belajar ini memiliki nuansa untuk memotong jalur birokrasi yang panjang dan memberikan peluang kepada sekolah atau lembaga lebih leluasa dalam menjalankan pendidikan.

Bahkan, sekolah mempunyai kesempatan untuk mengukur kemampuan peserta didiknya dan memberikan hak penuh pada proses meluluskan peserta didik tersebut. Persaingan antar sekolah tidak akan lagi dibandingkan dengan hasil ujian yang berupa skor atau angka melainkan berupa unjuk prestasi dan kompetensi sebagai bagian dari keutuhan peserta didik.

"Saya setuju dengan apa yang digagas oleh Mas Menteri Nadiem ini misalnya merubah salah satu poin dari merdeka belajarnya adalah menghapus USBN, yang kedua menghapus ujian nasional. Saya sangat sepakat menghapus ujian nasional menghapus USBN diganti dengan ujian sekolah saja, karena saya lebih cenderung pendidikan itu harus menghasilkan kompetensi bukan skor tes, kalau mengukur prestasi jangan mengukur prestasi dari segi penguasaan atau perolehan skor tes. Tapi ukurlah prestasi dari kompetensi, nah ketika rezim Ujian Nasional itu sangat kuat bercokol maka masyarakat kita mengukur prestasi itu dari skor tes, tidak dari kompetensi maka ketika kemudian mas Nadiem menghapus UN itu saya setuju sekali," tuturnya.

Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, masyarakat tidak menginginkan instrumen mencapai tujuan. Namun, masyarakat menginginkan langkah-langkah terobosan lainnya dari Kemendikbud, sehingga menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. 

"Merdeka belajar itu satu poin saya yang digambarkan itu bukanlah satu tujuan, yang kita tunggu dari Kemendikbud itu sebenarnya bukan hanya instrumen mencapai tujuan, yang kita tunggu adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat itu untuk mengantarkan pendidikan ini melahirkan manusia Indonesia seperti apa itu yang kita tunggu," sebut Prof Zainuddin.