Muchlas Rowi: Pendidikan Seakan Tak Jadi Prioritas di Masa Pandemi
Karena kurikulum yang ada tidak banyak mengubah keadaan, akhirnya sistem belajar mengajar tergantung gurunya. Masalahnya, tidak setiap guru paham teknologi untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

MONITORDAY.COM - Pendidikan masa pandemi Covid-19 seperti menjadi bagian yang sangat tidak diperhatikan. Berbeda dengan sektor lain seperti ekonomi dan kesehatan yang sangat menjadi konsen pemerintah, permasalahan-permasalahan yang ada di dunia pendidikan saat ini seakan dibiarkan begitu saja.
Demikian disampaikan Founder Monday Media Group Muchlas Rowi dalam diskusi virtual Kopi Pahit bertajuk "75 Tahun Indonesia Merdeka, Pendidikan Mau Dibawa ke Mana?", pada Minggu (9/8).
Muchlas mengatakan, pada awalnya, ketika Nadiem Makarim ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, masyarakat mungkin berharap Ia bisa memajukan pendididikan di Indonesia, karena Ia merupakan sosok yang melekat dengan dunia digital. Namun ketika terjadi pandemi seperti saat ini, seharusnya menjadi masanya Nadiem untuk digitalisasi pendidikan. Tapi yang terjadi justru kekacauan pembelajaran.
"Pendidikan di masa pandemi ini banyak sekali persoalan. Terutama ketidak siapan pemerintah menawarkan soalusi alternatif untuk bagaimana anak-anak bisa belajar di masa seperti ini," kata Muchlas.
"Kalau di perkotaan mungkin sudah biasa belajar menggunakan zoom. Tapi bagaimana jika di kampung-kampung dan pelosok Indonesia," tambahnya.
Selain itu, permasalahan lainnya juga terkait kurikulum pendidikan di masa pandemi. Karena kurikulum yang ada tidak banyak mengubah keadaan, akhirnya sistem belajar mengajar tergantung gurunya. Masalahnya, tidak setiap guru paham teknologi untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh.
"Yang terjadi setiap hari seperti di keluarga saya, anak-anak berantem dengan ibunya karena menafsirkan pelajaran. Karena mungkin gurunya menggunakan zoom gratis yang kemudian setengah jam habis. Sehingga ketika kembali lagi menjelasakan ulang pelajaran, yang itu membuat siswa bingung," papar Muchlas.
Pemerintah memang mencari jalan alternatif belajar melalui TVRI ataupun RRI.
Tapi menurut Muchlas, itu juga tidak menyelesaikan masalah. Karena tidak semua mata pelajaran dan di semua tingkatan bisa ditayangkan dan diikuti oleh peserta didik.
Selain itu, terkait ide Mendikbud soal nikah massal SMK dengan industri, Muchlas mengatakan itu merupakan gagasan yang baik, karena pendidikan dianggap selama ini terlalu jauh untuk mencetak tenaga kerja yang siap untuk industri. Tapi menurutnya, itu juga bukan ide Baru, karena sebelumnya sudah pernah ada yang menggagas itu.
"Padahal ketika suatu saat ada diskusi dengan salah satu industri besar, dan persoalanya bukan di sekolah, namun di pelaku industri itu sendiri tidak bisa disatukan dengan kurikulum yang ada. Jadi itu seolah konsep baru, padahal bukan," tegasnya.
Lebih lanjut, Muchlas juga menyoroti Program Organisasi Penggerak yang belakangan banyak menuai polemik. Itu juga bermasalah karena tata kelolanya tidak baik. Hal itu terbukti dengan mundurnya tiga organisasi besar yakni Muhammadiyah, NU, dan PGRI dari program tersebut.
Menurut Muchlas, program tersebut bukanlah yang diperlukan di masa Pandemi ini. Karena yang terpenting saat ini adalah mereka bisa belajar. Anak-anak sudah jenuh dengan keadaan dan sistem pendidikan yang ada saat ini.
"Mungkin saat ini juga pemerintah telah mengeluarkan kurikulum pendidikan darurat masa pandemi. Tapi itu juga tidak bisa bengubah banyak jika kemudian sistem belajarnya bergantung pada guru yang kapabilitasnya tidak merata, misal di desa dengan di kota," lanjutnya.
Dengan berbagai permasalahan tersebut, Muchlas berharap pemerintah membuka mata untuk dapat memperhatikan pendidikan sebagai prioritas di masa pandemi ini, tidak hanya masalah kesehatan dan ekonomi.
"Karena pendidikan merupakan investasi masa depan," tandas Muchlas.