Ketua The HQ Center Ungkap 10 Dosa Nadiem pada Dunia Pendidikan Indonesia
Mendikbud yang dijukuki cerdas juga memiliki semangat speed and flexibility, nyatanya tidak punya kapasitas dan kapabilitas mengorganisir dengan baik. Bahkan punya 10 dosa besar untuk pendidikan Indonesia.

MONITORDAY.COM - Kinerja Menteri Pendidikan Republik Indonesia, Nadiem Makarim sejak dilantik hingga saat ini telah menuai sorotan hingga catatan merah dari berbagai tokoh. Padahal Mendikbud yang dijukuki cerdas juga memiliki semangat speed and flexibility, nyatanya tidak punya kapasitas dan kapabilitas mengorganisir dengan baik. Bahkan punya 10 dosa besar untuk pendidikan Indonesia.
Ketua The HQ Center, Nugraha Hadi Kusuma dalam keterangan tertulisnya, sabtu (25/7/2020) menyampaikan, kesalahan Nadiem pada dunia pendidikan Indonesia sudah tidak bisa dotolerir.
Pertama, Sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan negara dengan potensi dan kondisi yang beragam Nadiem tidak punya kapasitas dan kapabilitas mengorganisir dengan baik.
Diakui, kinerja di kemendikbud hingga saat ini belum ada tanda-tanda perbaikan. Kondisi pendidikan di masa pandemi ini tidak diseriusi oleh mendikbu secara serius.
"Tidak ada stimulus bagi pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai menengah. Padahal kita tahu pendidikan kita selama ini mengalami krisis. Dan di masa pandemi ini pada dasarnya tidak jalan" ucapnya.
Kedua, Nadiem Makarim adalah Menteri yang gagap dan tidak punya empati pada pendidikan terutama terkait pendidikan anak usia dini dibuktikan tidak adanya bantuan yang signifikan bagi PAUD di Indonesia bahkan BOP terlambat penyalurannya.
Ketiga, Otak Proyek, tidak bisa seorang menteri memiliki visi kebangsaan dan hanya berfikir bagi proyek hanya untuk koleganya.
Keempat, Kebijakan Nadiem menggunakan makelar pihak ketiga yang tidak punya trackrecord dalam dunia pendidikan adalah kolusi model baru yang akan merusak pendidikan.
Kelima, Nadiem tidak mampu memilih team yang tepat dan mengabaikan aturan perundang-undangan dalam memilih pejabat setingkat dirjen.
Keenam, Nadiem yang lebih mengedepankan staf khususnya dibanding perangkat di kemendikbud akan menyebabkan masuknya unsur kepentingan tertenrtu dibanding kepentingan nasional.
Ketujuh, Nadiem mengalami disorientasi kebijakan, di era pandemi ini sesungguhnya yang harus kokoh adalah bidang pendidikan tetapi yang terjadi menjadi bidang yang rapuh dan penuh masalah.
Kedelapan, Nadiem bermain-main melakukan ‘trial and error’ terhadap kurikulum dan Teknis Pola Pembelajaran tanpa memperhatikan keberagaman kondisi Indonesia serta tidak mampu melanjutkan keberhasilan menteri sebelumnya dengan baik.
Kesembilan, Nadiem berat sebelah dan tidak adil, ketidak mauan memperhatikan pendidikan swasta, yang seharusnya dibantu secara penuh tapi dalam kepemimpinannya, swasta diabaikan bahkan cenderung di tinggalkan.
Kesepuluh, kepemimpinan Nadiem di Kemendikbud ini paling amburadul, proses BOS baik itu reguler maupun afirmasi-kinerja berjalan tidak transparan, mengabaikan lembaga keagamaan, dan terjebak formalitas.
Inilah sepuluh dosa Nadiem kata Nugraha, maka tidak ada alasan Presiden Joko Widodoo untuk mempertahankannya.
Penilaian ini sangat beralasan jika melihat jejak rekam Mas Menteri sejak dilantik di masa normal hingga tidak normal saat ini, hanya menghasilkan program merdeka yang tidak merdeka, penggerak yang tidak gerak.
Dikhawatirkan, saran dan kritik pun bisa ditampung oleh Mas Menteri dengan aplikasi. Misalnya, ada pengumuman, yang bisa saran dan kritik kepada Mendikbud, melalui aplikasi go critic dan go advice.