Covid-19 Jadi Momentum Guru Capai Level Kemahardikaan Sejati

Masa wabah Covid-19 adalah kesempatan terbaik bagi guru untuk merenung mengapa tanggung jawab kecerdasan anak selalu ditimpakan ke pundak mereka. Semestinya, pandemi menjadi momentum bagi guru untuk mencapai level kemahardikaan sejati

Covid-19 Jadi Momentum Guru Capai Level Kemahardikaan Sejati
Rektor ke-12 UIN Alauddin Makassar, Prof Hamdan Juhannis MA PhD (dok:hmj)

MONITORDAY.COM - Pemberlakuan Work From Home yang diikuti dengan Study From Home selama wabah Covid-19,  seharusnya menjadi proses terbaik bagi guru untuk sampai pada level kemahardikaan. Pandemi memberi ruang lebih banyak kepada para guru untuk lebih berbenah. 

Masa wabah ini adalah kesempatan terbaik bagi guru untuk merenung mengapa tanggung jawab kecerdasan anak selalu ditimpakan ke pundak mereka. 

"Mungkin kita tidak terlalu peduli asal dan makna kata dari guru, karena memang bukan dari bahasa kita, tapi hadirnya kata ini menunjukkan posisi kesucian atau kemahardikaan. Kata ini memang sejak dulu lebih dilihat sebagai nilai dibanding profesi atau sebagai derajat dibanding pekerjaan" ujar Rektor ke-12 UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis MA., PhD kepada Monitorday.com, kamis (16/4/2020)

Dengan posisi itu, guru selalu dipandang sebagai bukan jalan untuk mengumpulkan materi, tapi untuk menebar nilai keluhuran. 

Atas dasar pandangan itu, Guru Besar kelahiran  Desa Mallari Bone ini memandang semua sikap dan prilaku guru pada para peserta didik masuk dalam koridor kebaikan. 

"Saya tidak pernah bertanya kepada anak-anak saya saat pulang sekolah, 'apakah gurunya bersikap baik di sekolah? Apakah gurunya tidak membentak? Apakah gurunya tidak membeda-bedakan? Karena bagi saya ketika seseorang sudah memutuskan menjadi guru, dia sudah pasti berada dalam janji keluhuran" ucapnya.

Menurut Hamdan, terminilog negatif tentang guru, misalnya: 'killer', itu hanya varian lain dari sosok guru yang mungkin murid belum pahami, karena guru itu memang sejatinya cahaya dan 'penghancur' kegelapan. 

Hamdan yang juga penulis buku "Melawan Takdir" ini  mengakui, proses dirinya menjadi tahu selalu dibayang- bayangi para guru hebat yang selalu ia temukan pada berbagai level sekolah yang  dimasukinya. Sampai detik ini, terbayang ketakjuban kepada mereka; kepiawaian menerangkan pelajaran, kemampuan menyederhanakan kerumitan, dan kehebatan memecahkan persoalan.

Mungkin dunia tidak menemukan profesi sekaliber itu yang bisa memberi efek dahsyat bagi orang lain. Kuncinya dari mana? Dari Keluhuran jiwa yang dipancarkan dari predikat guru itu. Dari pertautan yang selalu hidup di ruang kelas. Guru itu interaksinya selalu hidup. Guru itu selalu belajar, mereka selalu berefleksi. Tatapannya adalah renungan.

Guru juga manusia 

Namun, sebagai orangtua anak, Dia memaklumi dan tidak mungkin memaksakan semua guru persis dalam imaginasinya. Guru juga manusia dan gurupun memiliki keterbatasan. Untuk sampai pada imaginasi itu membutuhkan tekad yang kuat dan keteperpautan hati yang dalam. Itulah mungkin ada yang disebut guru hebat, guru teladan, atau guru inovatif. 

Lebih lanjut, kata Hamdan, Guru perlu lakukan beberapa hal ditengah wabah covid-19.

Pertama, guru perlu semakin menyadari bahwa situasi seperti ini adalah hukum alam tentang perubahan zaman yang membuat standar nilai berubah. Guru pasti tahu, karena nilai bergeser cita dunia pendidikan pun harus bergeser. Guru diharapkan lebih sadar bahwa saat yang penuh keterbatasan sekarang, harmoni kehidupan anak didik lebih penting dari nilai rapor. Guru pastinya akan menekankan pembelajaran yang menenteramkan jiwa dibanding pembelajaran yang menuntut eksploitasi pikiran.

Kedua, guru juga sejatinya lebih memaksimalkan fungsi utamanya sebagai pemindah nilai moral di atas segalanya. Dalam situasi seperti ini, guru hanya akan menjadikan mata pelajaran sebagai basis penguatan moral anak didik.

"Kita perlu mendengar, ‘pakai pengetahuan matematika kamu untuk membagi waktu kegiatan di rumah supaya hidupmu tidak sekadar berada di layar kecil gawai mu, dan masih banyak bagian kehidupanmu yang lebih menyenangkan." tuturnya.

Guru semestinya  tidak usah terseret untuk menjawab pertanyaan, ‘yang mana lebih baik: murid pintar tapi suka bohong, atau murid bodoh tapi jujur? Guru seharusnya lebih berani berfikir apa artinya kepintaran kalau tidak berdampak, dan apa mulianya kejujuran kalau tidak berpengaruh.

Ketiga, guru seharusnya selalu meringankan, memberi jalan keluar, dan menunjukkan masa depan. Dalam masa pandemi seperti ini, saatnya guru lebih menyikapi murid dengan cara berbeda. DI saat kehidupan berjarak seperti ini, guru pasti merindukan siswanya, pasti merasa kehilangan keributan anak-anaknya. 

Guru juga tahu betapa tugas-tugas beratnya di kelas banyak beralih ke orangtua muridnya. Guru tahu begitu banyak orangtua yang tidak memiliki pendidikan guru seperti mereka. Gurupun tahu bagaimana susahnya menghubungkan pelajaran dengam situasi kehidupan nyata. 

Guru akan lebih sering mengingatkan bahwa belajar hidup susah sama pentingnya dengan belajar hidup senang. Guru perlu juga memperkuat bahwa belajar untuk dipimpin sama pentingnya belajar menjadi pemimpin.

Jangan bebani tugas-tugas di luar kesanggupan muridnya

Dalam situasi sulit seperti ini, guru tidak akan selalu menagih tugas muridnya karena yang lebih penting adalah apakah muridnya belajar lebih mandiri mengerjakan tugasnya. Guru tidak akan membebani tugas-tugas di luar kesanggupan muridnya, karena yang lebih penting murid-muridnya tetap gembira dalam suasana kepakuman. 

Jangan kurangi gaji guru

Bagi siapa saja, apakah pemerintah atau penyelenggara pendidikan swasta, Hamdan memohon jangan kurangi gaji guru, apalagi kalau sekadar alasan kesulitan pandemi. 

"Karena saya tidak rela, guru semakin bersedih. Anda tahu, di saat keterbatasan hidup seperti ini, satu modal penting untuk membangun semangat bertahan sebuah bangsa, apakah para gurunya masih bersemangat" pesannya.

Menutup perbincangan sambil menikmati Kopi Pahit, Hamdan sarankan kepada sekolah, orangtua, maupun guru agar menguatkan format yang meringankan dalam mengarungi jalan pendidikan di saat hidup serba susah. Kemudahan itu harus diupayakan bersama dan jangan pernah ragu untuk memperjuangkannya. 

"Yakinlah, Tuhan pun mengulangi dua kali dalam ayat sucinya untuk memastikannya bahwa setelah kesusahan muncul kemudahan" pungkasnya.