Piawai Memainkan Komunikasi Politik, Rektor UHAMKA: Jokowi Layak Mendapat Kepercayaan Publik
Tingginya kepercayaan publik terhadap Jokowi sebagaimana digambarkan dalam beberapa hasil survei, disebut Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka (UHAMKA) ini merupakan buah dari komunikasi politik yang dibangunnya selama ini.

MONITORDAY.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikenal sosok yang ramah. Sebagai pelayan rakyat pendekatannya kultural dan sederhana. Demikian disampaikan Prof. Dr. H. Suyatno M.Pd. ketika menjadi panelis kehormatan dalam acara peluncuran buku Komunikasi Politik Jokowi karya Andi Budi Sulistijanto di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jum’at (9/3/2018).
Tingginya kepercayaan publik terhadap Jokowi sebagaimana digambarkan dalam beberapa hasil survei, disebut Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka (UHAMKA) ini merupakan buah dari komunikasi politik yang dibangunnya selama ini.
“Jokowi sebagai presiden adalah seorang komunikator politik yang baik, apa pun yang dilakukannya memiliki implikasi politik. Termasuk presentasi dirinya yang ditampilkan dalam berbagai vlog yang disebar melalui media sosial selama ini,” ujar Suyatno.
Lebih lanjut menurut Suyatno, model komunikasi politik yang dibangun Jokowi paling tidak merefleksikan 3 model komunikasi politik, yaitu; propaganda, retorika, dan periklanan.
Model komunikasi politik pertama adalah propaganda, model komunikasi ini disampaikan sebagai rangkaian pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau kelompok. Contohnya adalah latihan tinju setelah PDIP resmi mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden di Pilpres 2019. Menurut Suyatno, Jokowi sebetulnya ingin menunjukkan bahwa dirinya sangat siap menghadapi Pilpres 2019.
“Jokowi ingin menunjukkan bila dirinya telah siap lahir bathin menghadapi perhelatan Pilpres 2019. Apalagi dengan adanya 8 partai politik yang telah menyatakan dukungan kepadanya; Partai NasDem, Hanura, Golkar, PSI, PPP, Perindo, serta PKPI,” terang Suyatno.
Untuk mengikuti perkembangan zaman, Jokowi juga melek terhadap perkembangan tren teknologi, termasuk penggunaan media sosial Youtube untuk menyampaikan pesan. Presentasi diri yang ditampilkan Jokowi dalam vlognya pada dasarnya dapat dianggap sebagai bentuk komunikasi yang sangat strategis karena efektif dan tepat sasaran.
Model komunikasi kedua yang seringkali digunakan Jokowi adalah retorika. Model ini dilakukan dengan cara mempersoalkan bagaimana cara bicara yang mempunyai daya tarik dan pesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Contohnya adalah konsep relokasi pedagang kaki lima tanpa kekerasan semasa Jokowi menjadi Walikota Solo. Saat menjadi Walikota Solo, Jokowi berhasil merelokasi 130 PKL tanpa kekerasan di Pasar Notoharjo Semanggi. Tak sekadar merelokasi, di lokasi baru ini para pedagang diberi kebebasan tak memberikan retribusi kepada Pemkot Solo selama enam bulan.
Retorika Jokowi juga dapat berarti pesan kesederhanaan. Jokowi seringkali berusaha untuk menyamaikan pesan secara terbuka, dengan bahasa yang sangat sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
“Saat menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi menggunakan diplomasi makan dan sentuhan khas seorang pemimpin yang membuat rakyat tidak merasa ditindas. Ia merelokasi warga waduk Pluit dengan aman tanpa kekerasan.
Jokowi adalah pemimpin langsung yang bersentujan dengan masyarakat dengan caranya sendiri. Jokowi mampu menggugah masyarakat dari cara berbicara dan bersikap. Inilah yang juga membuat Jokowi begitu dekat dengan kalangan media. Dengan kedekatan inilah, model komunikasi periklanan pun berjalan sendirinya. Aktivitas apapun yang dilakukan Jokowi menjadi sorotan media.
Di akhir pemaparannya, Suyatno mengatakan, dengan konstalasi politik dan dinamika sosial terkini, Jokowi sejatinya mulai mempertimbangkan model komunikasi lain, terutama terhadap isu yang sangat sensitif. Misalnya saja isu agama, keadilan dalam memberikan pendapat, pernyataan dan tindakan SARA. Jokowi juga harus cepat tanggap terhadap persoalan tentang isu yang menyudutkan pihak tertentu.
Saat Aksi Bela Islam 212 misalnya, Presiden meminta pendapat kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno terkait masalah keamanan jika beliau harus shalat Jum’at bersama di Monas. Dari sisi keamanan ‘tidak ada satupun yang merekomendasikan Presiden untuk turun menemui masa aksi di Monas. Namun dengan berbagai pertimbangan, Jokowi pun akhirnya memilih untuk turun menemui ummat Islam. Hal ini menunjukkan beliau ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya selalu dekat dengan masyarakat.
[Mrf]