Perubahan Iklim dan Banjir Masamba
Peran Pemerintah sangat penting dalam mencegah dan mitigasi bencana. Perubahan iklim itu nyata dan ada di depan mata, dampaknya telah dirasakan dengan datangnya banjir di musim kemarau. Hujan lebat tetiba datang dan tanpa kewaspadaan akan datang bencana yang menerjang. Menghancurkan kota, menewaskan penduduk, dan meninggalkan derita berkepanjangan.

MONDAYREVIEW.COM – Peran Pemerintah sangat penting dalam mencegah dan mitigasi bencana. Perubahan iklim itu nyata dan ada di depan mata, dampaknya telah dirasakan dengan datangnya banjir di musim kemarau. Hujan lebat tetiba datang dan tanpa kewaspadaan akan datang bencana yang menerjang. Menghancurkan kota, menewaskan penduduk, dan meninggalkan derita berkepanjangan.
Perubahan iklim menjadi pemicu banjir. Faktor lain yang menyebabkan banjir adalah kesalahan dalam perencanaan wilayah, degradasi lingkungan terutama karena penggundulan hutan, dan kondisi alamiah suatu daerah. Kesadaran untuk mengantisipasi risiko banjir dan tanah longsor harus semakin ditingkatkan mengingat kondisi geografis Indonesia dan dampak perubahan iklim.
Curah hujan tinggi yang merupakan dampak anomali iklim. Hujan lebat bisa tetiba datang di musim kemarau. Perubahan iklim mengakibatkan curah hurah hujan tinggi dan menjadi pemicu risiko alamiah lantaran pemanasan global. Masyarakat dan Pemerintah Daerah di banyak kota di Indonesia harus memiliki strategi dalam mitigasi bencana banjir.
Bencana banjir bandang di Masamba menjadi salah satu pengingat bagi kota-kota lain di Indonesia. Kejasian ini terjadi hampir sama di semua wilayah di Indonesia yang rentan, akibat perencanaan pembangunan tidak serius memperhitungkan daya dukung lingkungan. Perencanaan pembangunan tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan.
Bencana banjir bandang yang menenggelamkan enam kecamatan di Luwu Utara (13/7/2020). Air bah membawa material kayu dan lumpur karena kuatnya arus dari bendungan alami yang jebol, bergerak ke arah kota dan kemudian tertahan di bendungan PDAM. Hal ini menunjukkan perlunya menata kembali tata ruang dan wilayah dengan mempertimbangkan dampak perubahan iklim. Hal itu disampaikan Tim Investigasi Laboratorium DAS Fakultas Kehutanan Unhas Putri Fatimah Nurdin.
Longsor terjadi di hulu membentuk bendungan alami yang menahan air. Bendungan PDAM seharusnya tidak ditempatkan pada kelokan sungai. Bendungan seharusnya dibuat pada bagian sungai yang lurus agar debit air dapat secara optimal diakomodasi oleh bendungan.
Alur pergerakan banjir bandang setelah tertahan di bendungan dengan profil elevasi dari Bendungan PDAM ke Pusat Kota Masamba dari ketinggian 74 meter ke 42 meter dengan panjang bentangan 1,9 km.
Pemerintan Luwu Utara maupun Luwu Timur dan wilayah sekitar, mestinya kembali meninjau dan mengkaji ulang tata ruang wilayah untuk memulihkan degradasi lingkungan dan kembali merevisi perencanaan pembangunan yang mengakomodasi perbaikan dan keberlanjutan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana.
Masyarakat yang berada di wilayah rentan, harus mempunyai daya adaptasi secara sosilogis dan rencana kedaruratan (kontigensi) agar bisa meminimalisasi dampak ketika ada bencana.
Degradasi lingkungan
Dari perspektif lingkungan banjir bandang di Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan adalah bencana ekologis akibat degradasi lingkungan. Demikian menurut Direktur Eksekutif Junal Celebes Mustam Arif.
Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Rongkong dengan berapa sungai di sub DAS Luwu Utara, terutama di Masamba dan sekitarnya tak mampu lagi menahan beban hidrologis di tanah yang tutupan hutannya yang sudah kritis.
Secara topografis, Luwu Utara, Luwu Timur, sebagian Toraja sampai ke wilayah Sulawesi Tengah merupakan perpaduan geologis wilayah dataran tinggi Verbeek dengan dataran-dataran rendah yang memiliki tanah subur. Karakteristik tanah subur adalah tanah yang umumnya gembur mestinya tetap direkat oleh tubuhan atau pepohonan.
Tetapi ketika hutan dibuka untuk perkebunan/pertanian dan industri ekstraktif berupa tambang, akan merusak daya dukung ekologis kawasan tanah-tanah yang subur itu. Kondisi ini menciptakan kerentanan tinggi di wilayah-wilayah dataran rendah seperti di Masamba.
Topografi dan kondisi geologis
Masamba dikepung sungai. Di bagian selatan ada Sungai Rongkong yang besar, sementara tengah Kota Masamba sendiri berada di dataran rendah, serta kecamatan sekitarnya yang juga dilintasi beberapa sungai.
Kondisi ini membuat Masamba dan sekitarnya tergolong berada di areal yang rentan bencana banjir. Secara topografis, Masamba dan sekitarnya berada di titik terendah yang akan menjadi limpahan air ketika curah hujan melebihi batas ideal.
Saat wilayah ketinggian tidak mampu lagi menyimpan dan menahan air karena rusaknya daya dukung lingkungan, otomatis wilayah rendah akan menerima risiko. Di wilayah hulu DAS Rongkong tampak kritis ketika dipantau dari satelit, akibat pembukaan lahan perkebunan dan pertanian.
Dari segi Geologi, DAS Baliase sangat didominasi oleh formasi granit kambuno (83,05 %) dimana sifatnya kedap terhadap air, sehingga pada saat curah hujan yang tinggi air masuk ke dalam tanah dan terakumulasi pada dasar bebatuan yang kedap air sehingga menyebabkan terjadinya tanah longsor. Hal itu disampaikan Tim Investigasi Laboratorium DAS Fakultas Kehutanan Unhas Putri Fatimah Nurdin.
Ada pula ancaman longsor yang harus diwaspadai. Beberapa hari terakhir juga terekam kejadian gempa dengan titik episentrum dekat dengan kota Masamba (gempa terakhir 13 Juli 2020 dengan kekuatan 3.2 SR), hal ini juga berpotensi sebagai pemicu terjadinya longsor selain curah hujan tinggi.
Kita semua harus waspada dan saling mengingatkan. Sebelum terjadi bencana yang akan merugikan kita semua. Membangun tata ruang dengan memperhatikan lingkungan menjadi niscaya.