Persaudaraan Hindu-Muslim di Pulau Dewata

MONDAYREVIEW.COM—Denpasar. Anak Agung Ngurah Agung adalah sosok muda yang aktif menggalang persaudaraan Hindu-Muslim di Bali. Ia lahir di Bali pada tahun 1971. Selama ini, kiprah Anak Agung Ngurah Agung yang biasa dipanggil dengan nama Pak Agung banyak diwadahi dalam Forum Persaudaraan Hindu-Muslim Bali (PHMB).
Melalui organisasi, ia giat menjalin persaudaraan dan merekatkan tali keindonesiaan di ranah Bali, khususnya di daerah Denpasar. Pendidikanya sendiri adalah Sarjana Ekonomi dari Universitas Saraswati Denpasar. Berdasarkan hasil pergaulan, pengalaman hidup, dan hasil pendidikan yang diperolehnya, Anak Agung Ngurah Agung bertekad agar Bali menjadi daerah yang damai, penuh harmoni, menjaga toleransi, dan antar penduduknya bisa saling bekerjasama.
Dalam sebuah laporan MAARIF Institute yang ditulis oleh Fuad Fanani, dijelaskan bahwa Ngurah Agung lahir dari kalangan puri atau kerajaan di Bali. Ketika hampir semua raja Bali meninggal dalam peristiwa Perang Puputan, kekuasaan di Bali diambil alih oleh Puri-Puri yang tersebar di banyak tempat di Bali. Puri itu terletak di Karangasem, Badung, Bangli, Denpasar, Jembrana, dan sebagainya.
Ngurah Agung lahir dari keturunan Puri Pamecutan yang terletak di daerah Denpasar. Menurutnya, meskipun ia lahir dari keluarga Puri, namun sejak kecil ia mengikuti orang tuanya yang berpindah-pindah tempat tinggal. Hal ini karena banyak keluarga Puri dan terbatasnya tempat tinggal, maka orang tua Ngurah Agung memilih untuk tidak tinggal di Puri.
Pengalaman kecil Ngurah Agung yang berpindah tempat tinggal ini ternyata memberikan banyak pengalaman berbeda pada dirinya. “Dengan tinggal di luar Puri, ia menjadi bisa mengenal kehidupan rakyat biasa dan bisa bergaul dengan mereka. Pengalaman ini juga memberikan pembelajaran langsung tentang nasib rakyat kecil dan juga kalangan minoritas di luar Hindu.”tulis Fuad.
Kalangan minoritas di Bali adalah umat Muslim yang punya sejarah panjang dengan masyarakat Hindu di sana. Dari pengalaman empiris itu, Ngurah Agung di kemudian hari bisa dengan luwes dan leluasa bergaul dengan kalangan lain, baik dari orang biasa maupun tokoh nasional. Terbukti, dia bisa bergaul akrab dengan almarhum Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Yenni Wahid, Ahmad Suaedy, Muhaimin Iskandar, KH Cholil As’ad Syamsul Arifin, KH Said Aqil Siradj, dan sebagainya.
Ngurah Agung kecil dibesarkan menurut agama Hindu, karena dia adalah keturunan Puri Pamecutan. Jika ditengok dari sisi silsilahnya, leluhur Ngurah Agung memang mempunyai kedekatan dengan kalangan Islam. Bahkan, menurut Ngurah Agung, kakeknya ada yang bergelar kiyai dan ahli bahasa Arab. “Jadi, kedekatan hubungan dengan Islam bukan hal yang asing lagi bagi saya.”terang Ngurah Agung
Kedekatan antara kalangan Hindu dan Muslim di Bali ini sudah menjadi cerita yang turun temurun. Menurut Miftahuddin, aktivis pemuda dan KNPI Bali, ketika zaman dulu banyak masyarakat Muslim yang menjadi tameng atau perisai saat kerajaan-kerajaan Hindu berperang melawan penjajahan Belanda. Waktu itu, kalangan Muslim dari Bugis, Madura, dan Jawa banyak yang ikut andil membela kerajaan-kerajaan Hindu Bali.
Banyak orang-orang Muslim yang gugur di medan laga pada pertempuran itu. Sebagai imbalan dan penghormatan atas jasa-jasa masyarakat Muslim itu, “kerajaan-kerajaan di Bali memberikan anugerah tanah perdikan (tanah yang dibebaskan dari pajak) kepada komunitas Muslim”, jelas Miftah. Tanah perdikan itulah yang saat ini terkenal sebagai daerah Kampung Muslim Jawa (Wanasari), Kampung Muslim Kepaon, Kampung Islam Bugis, dan sebagainya. Anak Agung Ngurah Agung sendiri adalah cicit dari R.A Siti Khotijah (A.A. Ayu Rai) salah satu putri Raja Pemecutan III yang dinikahi oleh Cakraningrat dari Madura.
Anak Agung Ngurah Agung dikenal dengan gerakannya untuk perdamaian pemeluk Hindu dan Muslim di pulau Bali. Gerakan ini semakin nyata terutama pasca terjadinya Bom Bali yang memunculkan kecurigaan antara warga Hindu kepada warga Muslim yang bermukim di Bali. Melalui serangkaian kegiatan antaragama, Anak Agung Ngurah Agung dan beberapa pemuka agama lain mendirikan Forum Persaudaraan Hindu Muslim Bali (FPHMB) pada tahun 2006.
PHMB memang tidak bisa dipisahkan dengan Ngurah Agung. Pengakuan perjuangan Anak Agung dalam hal pluralisme sudah diakui banyak kalangan di Bali. Bahkan pada tahun 2013, Koran Tempo pernah memberikan anugerah sebagai salah satu dari lima tokoh yang merekatkan Indonesia.
Meskipun dengan dana yang terbatas dan dukungan seadanya, Ngurah Agung terus berusaha aktif untuk mempererat persaudaraan Hindu-Muslim dengan menghadiri undangan-undangan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh komunitas Muslim. [] HP
Artikel ini disarikan dari laporan MAARIF Institute.