Perludem: Keterpilihan Caleg Perempuan Representasi Politik Berkesetaraan
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menekankan pentingnya keterpilihan Calon Legislatif perempuan dalam di Pemilu 2019 ini. Hal ini dinilai penting dalam rangka menuju politik yang berkeadilan dan berkesetaraan.

MONITORDAY.COM - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menekankan pentingnya keterpilihan Calon Legislatif perempuan dalam di Pemilu 2019 ini. Hal ini dinilai penting dalam rangka menuju politik yang berkeadilan dan berkesetaraan.
"Seluruh pihak harus memiliki kesadaran tinggi bahwa keterpilihan perempuan sebagai anggota legislatif merupakan pintu masuk untuk menuju representasi politik berkeadilan dan berkesetaraan," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Rabu (24/4).
Titi mengatakan, Sejak Pemilu 2004, kebijakan afirmatif untuk partisipasi perempuan dalam politik telah diberlakukan. Setiap pencalonan anggota legislatif, kuota untuk caleg perempuan selalu memenuhi syarat minimal 30 persen dari total caleg setiap partai politik.
Namun, menurut Titi, pencalonan tersebut tidak berbanding lurus dengan keterpilihan caleg perempuan di DPR RI. Pada Pemilu 2014, dari pencalonan perempuan sebanyak 37 persen, nyatanya hanya 17 persen keterpilihan perempuan di Senayan.
"Pada Pemilu 2019, pencalonan perempuan untuk DPR RI sudah mencapai 40 persen. Namun realitanya, keterpilihan caleg perempuan itu memiliki kesenjangan yang lebar dengan pencalonannya," tuturnya.
Ia berpendapat, ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya angka keterpilihan perempuan di pusaran parlemen, meskipun pencalonannya sudah memenuhi syarat minimal 30 persen.
Karena itu, TIti mendorong seluruh masyarakat, penyelenggara pemilu, pemantau dan organisasi perempuan di daerah untuk mengawal proses rekapitulasi perolehan suara untuk caleg perempuan di Pemilu 2019.
"Semua pihak harus ikut aktif memantau perolehan suara caleg perempuan di daerahnya termasuk mencatat kecurangan-kecurangan yang merugikan perolehan suara caleg perempuan," ujarnya.
Selain pengawasan terhadap potensi kecurangan rekapitulasi perolehan suara, Titi mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengutamakan transparansi dengan membuka akses bagi publik untuk memperoleh dan mendokumentasikan proses perolehan suara.
Lebih lanjut, Titi menambahkan, bahwa caleg perempuan juga berperan untuk memantau dan memastikan perolehan suaranya terjaga hingga di proses rekapitulasi tingkat pusat. "Sehingga perolehan suaranya tidak dicurangi, baik hilang atau dikurangi," tandasnya.