OTT Kepala Bagian UNJ, KPK Dinilai Bermain Receh dan Mempermalukan Diri Sendiri

Alih-alih KPK mendapat apresiasi, Operasi Tangkap Tangan terhadap seorang pejabat di lingkungan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Namun, lembaga Rasuah tersebut justru mendapat sorotan pahit.

OTT Kepala Bagian UNJ, KPK Dinilai Bermain Receh dan Mempermalukan Diri Sendiri
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman

MONDAYREVIEW.COM  - Alih-alih KPK mendapat apresiasi, Operasi Tangkap Tangan terhadap seorang pejabat di lingkungan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), justru mendapat sorotan pahit.

Dalam OTT pada hari Rabu (20/5/2020) lalu, Dwi Achmad Noor yang merupakan Kabag Kepegawaian UNJ jadi pihak yang ditangkap. KPK mengaku bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam OTT itu. 

Saat penangkapan, ditemukan barang bukti berupa uang sebesar USD 1.200 (setara Rp 17.514.000) dan Rp 27,5 juta. Diduga, uang itu merupakan hasil urunan THR yang diminta Rektor UNJ, Komarudin. 

Terkait OTT itu, kelas KPK dinilai mulai menurun dengan menangani level kampus. Bukti dalam OTT pun dinilai receh yakni sekitar Rp 44 juta. 

Bahkan belakangan, KPK mengaku tak menemukan unsur penyelenggara negara dalam OTT itu. Sehingga perkara dilimpahkan ke polisi. 

"OTT KPK ini sungguh mempertontonkan tidak profesional serta mempermalukan KPK sendiri," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, kepada mondayreview.com, Jumat (22/5/2020). 

Boyamin justru mempertanyakan pernyataan KPK mengenai penyelenggara negara. Sebab, dugaan awal KPK, uang itu diduga hasil mengumpulkan dari sejumlah dekan dan pihak lain di kampus UNJ atas permintaan Komarudin.  Menurut KPK pun, uang akan diberikan ke sejumlah pihak di Kemendikbud. 

"Alasan pelimpahan kepada polisi bahwa tidak ada penyelenggara negara juga sangat janggal. Karena apa pun, rektor jabatan tinggi di Kementerian Pendidikan, mestinya KPK tetap lanjut tangani sendiri dan tidak serahkan kepada Polisi," ucapnya. 

Teori baru made in KPK new normal akibat corona

Dia menjelaskan Rektor adalah Penyelenggara Negara karena dna memiliki kewajiban melaporkan hartanya ke LHKPN. Kalau KPK menyatakan tidak ada penyelenggara negara maka berarti telah ada teori baru made in KPK new normal akibat corona," sambungnya. 

Ia menilai OTT tersebut tidak menggambarkan semangat KPK beberapa tahun sebelumnya. KPK saat ini kata Dia, dinilai terlalu cepat menyerah dalam sebuah penanganan perkara yang ujungnya kemudian pelimpahan perkara. 

"Setiap info biasanya oleh KPK dibahas dan dalami sampai berdarah-darah dan sangat detail. Mulai dari penerimaan pengaduan masyarakat sampai dengan keputusan untuk OTT (baik menyangkut siapa Penyelenggara Negara, apa modusnya sampai dengan apakah suap atau gratifikasi). Sehingga ketika sudah OTT maka tidak ada istilah tidak ditemukan Penyelenggara Negaranya," jelasnya. 

Dia pun menyoroti OTT KPK ini hanya pembenaran agar publik menilai penindakan yang dilakukan KPK tetap bekerja. 

"Penindakan OTT ini hanya sekadar mencari sensasi, sekadar untuk dianggap sudah bekerja," sesalnya.

"Kami akan segera membuat pengaduan kepada Dewan Pengawas KPK atas amburadulnya OTT ini," sambungnya kemudian.

Ia kembali menyoroti pernyataan Plt juru bicara KPK Ali Fikri yang mengatakan pelimpahan dilakukan karena polisi bisa mengusut kasus tersebut meski tak ada unsur penyelenggara negara. 

"Kalau bukan PN, polisi maupun kejaksaan bisa (mengusut)," ungkapnya.

Sejumlah pihak internal di UNJ yang tidak mau menyebutkan namanya menduga ada sejumlah pihak yang tidak senang dengan Rektor UNJ dan kemudian mencoba bermain untuk menyudutkan pucuk pimpinan kampus hijau tersebut.

Namun permainan mereka justru terlalu konyol dan disayangkan lagi, lembaga negara sekelas KPK gegabah dan justru mencoreng wajahnya sendiri karena kasus kakap didepan mata, yang jauh lebih besar justru kurang dibidiknya. 

Salah satu dosen yang juga tak mau menyebutkan identitasnya mengatakan Indikasi permainan semakin tercium, karena pihak-pihak tertentu mulai menyebarkan informasi di sejumlah media tanpa ada proses tabyyun atau konfirmasi sehingga romadhan dan kondisi musibah corona ini tidak membuat mata hati mereka terbuka dan ikut memuntahkan dendam terselubung kepada Rektor UNJ, yang secara langsung merusak marwah kampus yang memiliki moto “Mencerdaskan dan Memartabatkan Bangsa"

Hingga berita ini disampaikan, permasalahan ini masih ditangani oleh pihak berwenang.