Pengamat: DPD Digunakan untuk Kepentingan Politik Sempit

Sejak kelahirannya DPD RI selalu dipertanyakan. Pasalnya dibentuknya lembaga ini tidak pernah miliki tujuan yang jelas.

Pengamat: DPD Digunakan untuk Kepentingan Politik Sempit
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM- Sejak kelahirannya DPD RI selalu dipertanyakan. Pasalnya dibentuknya lembaga ini tidak pernah miliki tujuan yang jelas. Ditambah lagi dilihat dari kinerja anggota DPD tidak memiliki motivasi untuk menjalankan fungsi utama sebagai perwakilan daerah.

Demikian disampaikan pemerhati parlemen dari Forum Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dalam diskusi “DPD, Kok Gitu?,” di Jakarta, Sabtu (8/4).

Lucius menambahkan dengan terjadi kisruh perebutan kepemimpinan DPD menambah catatan suram lembaga ini. DPD terlihat jelas digunakan untuk kepentingan politik yang sempit.

Lucius sangat menyayangkan DPD diisi oleh kader-kader partai politik. Padahal idealnya tempat yang tepat untuk kader partai politik adalah di DPR.

“Tercatat hampir 70 persen kader partai politik menjabat anggota DPD RI. Artinya, lembaga ini lebih separuhnya (130 anggota) diisi oleh anggota parpol,” ungkapnya.

Lucius melihat kerunyaman DPD semakin terasa sejak revisi tata terbit pada 2016 lalu di mana masa jabatan pimpinan DPD dibatasi 2,5 tahun. Dari sana tampak sebuah alur yang lebih mengekspresikan kepentingan kelompok politik tertentu.

"Kepentingan politik ini menyiapkan langkah-langkah, memanfaatkan banyak celah regulasi agar semua keinginan terwujud,"jelasnya.

Sementara itu di tempat yang sama Anggota DPD RI dari Kalimantan Selatan Sofwat Hadi mengungkapkan bahwa kekisruhan yang terjadi di DPD RI belakangan ini terjadi hanya karena nafsu sekelompok anggotanya yang ingin berkuasa.

Menurutnya dengan kejadian tersebut citra DPD di mata masyarakat semakin buruk. Padahal selama ini DPD  terkenal sudah tidak baik dan mengecewakan masyarakat dan rakyat Indonesia, terutama di daerah-daerah. 

"Titik persoalannya adalah upaya pergantian pimpinan DPD RI di tengah jalan. Pokok masalahnya adalah itu," katanya.

Lebih lanjut Sofwat mengungkapkan hanya untuk kepentingan kekuasaan, mereka berani melibatkan lembaga hukum yang mulia yakni Mahkamah Agung kedalam pusaran konflik.