Perempuan Sebagai Agen Perdamaian

Kaum perempuan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menegakkan perdamaian dan keamanan dunia.

Perempuan Sebagai Agen Perdamaian
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai. Begitulah secuplik lirik lagu yang dipopulerkan oleh Nasida Ria yang berjudul Perdamaian. Namun bukan karena grup kasidah tersebut pernah mempunyai lagu berjudul perdamaian, sehingga perempuan bisa berperan sebagai agen perdamaian. Bukan itu. Melainkan dalam dunia nyata perempuan memang berperan dalam perdamaian. Lalu secara psikologis, perempuan punya potensi untuk menjadi agen perdamaian karena naluri keibuannya. Mari kita simak uraiannya lebih lanjut dalam tulisan ini.

Pasukan penjaga perdamaian perempuan atau dikenal sebagai "Female Blue Helmets" memainkan peran yang semakin besar dalam menjaga perdamaian dunia dan mempromosikan hak asasi manusia, serta mendorong keikutsertaan perempuan dalam kedua proses itu. Pasukan penjaga perdamaian perempuan dari Indonesia menjadi salah satu yang paling diperhitungkan.

Pasukan penjaga perdamaian perempuan merupakan suatu elemen unik dalam misi penjaga perdamaian PBB. Ketika misi ini pertama kali diluncurkan PBB pada tahun 1956 untuk mengatasi krisis Terusan Suez, dilanjutkan berbagai misi lainnya di era Perang Dingin di mana persaingan antar negara melumpuhkan Dewan Keamanan PBB, belum ada personel perempuan yang dilibatkan. Misi utama pun difokuskan semata pada mempertahankan gencatan senjata dan stabilitas keamanan, sementara dilakukan upaya-upaya politik untuk menyelesaikan konflik secara damai.

Baru pada tahun 1993 sejumlah personel perempuan dilibatkan dalam misi penjaga perdamaian, jumlahnya pun hanya sekitar satu persen. Jumlah ini terus bertambah setelah disadari bahwa perempuan dapat memainkan peran yang sama pentingnya dengan laki-laki, bahkan memberi hasil jauh lebih signifikan di daerah-daerah konflik tertentu. Pada tahun 2019, sekitar 4,7 persen personel militer dan 10,8 persen personel polisi dalam pasukan penjaga perdamaian PBB adalah perempuan.

Tak ketinggalan, Srikandi asal Indonesia pun turut serta dalam misi perdamaian dunia. Briptu Tika Nur Pratiwi, usia 27 tahun, polisi perempuan yang bertugas dalam Misi Penjaga Perdamaian PBB di Sudan Selatan UNMISS, mengatakan tertarik bergabung setelah melihat begitu banyak perempuan dan anak-anak yang menjadi korban di daerah konflik.

Ketika melihat berita di TV dan koran tentang daerah-daerah konflik, Tika melihat banyak perempuan dan anak-anak menjadi korban. Sayangnya masih sedikit yang menjadi female blue helmets, padahal korbannya banyak perempuan dan anak-anak yang tentunya seharusnya di-handle oleh sesama gender karena akan lebih efektif. Menurut Tika, jika kita sendiri yang menjadi korban, tentu kurang nyaman jika harus menyampaikan masalah pada yang laki-laki.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan bahwa kaum perempuan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menegakkan perdamaian dan keamanan dunia karena memiliki satu kelebihan yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki, yaitu insting keibuan yang secara alami dapat menciptakan perdamaian dengan cinta, kepedulian serta harmoni.

Berbekal modal itu sebenarnya perempuan memiliki potensi yang sangat berharga untuk berkontribusi lebih banyak lagi dalam menegakkan perdamaian dan keamanan dunia. Retno menyayangkan masih minimnya peran perempuan dalam perdamaian dan keamanan. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2018 menunjukkan hanya sekitar delapan persen perempuan yang menjadi juru runding dan sekitar dua persen yang menjadi mediator di PBB. Padahal kaum hawa, tambah Retno, memiliki kemampuan diplomasi yang tidak kalah dengan kaum laki-laki.