Pengamat: Anies Punya Kendala Politis Jika Ingin Dampingi Prabowo di Pilpres 2019
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf memberi tanggapan soal peluang Anies Baswedan untuk maju menjadi cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto yang sudah mendeklarasikan sebagai Capres 2019.

MONITORDAY.COM - Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf memberi tanggapan soal peluang Anies Baswedan untuk maju menjadi cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto yang sudah mendeklarasikan sebagai Capres 2019.
Menurut Asep, Anies mempunyai kendala psikologis dan politis jika dirinya ingin menjadi Capres. Pasalnya Anies dulu pernah berjanji akan memprioritaskan DKI Jakarta meskipun kelak akan ditawari menjadi capres atau cawapres.
"Kan pernah berjanji gini, apakah ketika menjadi Gubernur ketika orang memintanya menjadi RI 1 atau RI 2 anda milih yang mana, ya Pak Anies milih gubernur, karena telah diamanati rakyat DKI selama lima tahun," kata Asep, kepada monitorday.com, Kamis, (12/4/2018).
Selain itu, kata Asep, Gubernur DKI itu juga pernah meyakinkan bahwa dirinya tidak ingin seperti Jokowi yang belum selesai jabatan gubernur tapi akhirnya memilih menjadi capres karena dicalonkan partainya.
Bagi Asep, jabatan Gubernur DKI tidaklah ringan, karena masyarakat sudah mengamatinya selama 5 tahun, jadi jika saat ini baru dua tahun sudah ingin melaju ke capres menurutnya terlalu dini karena belum maksimal sebagai Gubernur DKI.
Masalah lain, jika Anies menjadi Cawapres, yaitu wakilnya bisa naik menjadi Gubernur, atau siapapun yang nantinya akan menggantikan, menurut Asep hal tersebut justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Partai Gerindra, dan juga terhadap pihaknya.
Karena itu, Asep beranggapan, Jika menjadi Gubernur DKI sudah berhasil, jabatan presiden atau wakil presiden tidak akan kemana, bisa saja Anies berhasil di Pilpres selanjutnya.
"Jadi hemat saya, Anies untuk nanti di 2024, saya kira (Anies) masih muda," ujarnya.
"Anies kan cenderung pro rakyat, Kalau DKI efeknya nasional pasti akan dinilai, dan akan dijadikan referensi bagi mereka bahwa keberhasilan itu tidak hanya DKI, tapi bisa juga Indonesia, jadi bukan sekarang," pungkasnya.
[Mrf]