Pendukung Jokowi apresiasi Keputusan MK tolak Permohonan Uji Materi UU Pemilu

MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945

Pendukung Jokowi apresiasi Keputusan MK tolak Permohonan Uji Materi UU Pemilu
Foto: Internet

Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi memutuskan tidak menerima permohonan uji materi UU No. 7/2017 (UU Pemilu), kamis (11/01) kemarin.

Permohonan yang diajukan sejak (6/8/2017) oleh Hadar Nafis Gumay dkk., ini memohon perkara uji materi Pasal 222 UU Pemilu, terhadap pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3), UUD 1945. Pemohon menganggap pasal 222 UU Pemilu mengenai ambang batas pencalonan presiden (20%) menghambat kesempatan setiap partai politik untuk mengusulkan calon. Karena itu, mereka menggap akan merusak makna pemilu serentak.

Namun MK dalam hal ini tidak sejalan dengan apa yang diajukan para pemohon. MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangan putusan MK No. 53/PUU_XV/2017 tertanggal 11 Januari 2016, yang pada intinya perumusan ambang batas pencalonan presiden (20%) dalam Pasal 222 UU Pemilu dilandasi oleh spirit yang bertujuan untuk menguatkan sistem pemerintahan presidensial yang diatur dalam UUD 1945, yang memungkinkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih memiliki cukup dukungan suara partai-partai politik yang memiliki kursi di DPR. Hal demikian membuat pihak yang setuju dengan Pasal 222 UU pemilu tersebut mengapresiasi keputusan keputusan MK tersebut.

Ketua Bidang Hukum DPP PROJO, Silas Dutu, menyatakan bahwa ambang batas (20%) tidak hanya akan memperkuat sistem presidensial, namun juga sebagai kontrol agar bisa mengukur kualitas partai yang mengusung calon presiden.

"Jangan sampai ada partai yang belum diketahui kualitasnya dalam kontestasi pemilu, belum ketahuan dipilih atau disimpati rakyat atau tidak tiba-tiba karena statusnya sebagai partai tiba-tiba bisa mengusung calon presiden sendiri." kata Dutu, Kamis (11/01).

Jadi, lanjut Dutu, adanya ambang batas tidak berarti menghambat kesempatan partai politik untuk mengusung calon presiden, justru penting untuk menjamin kualitas partai politik dan kualitas calon presiden yang diusung. Sehingga pemilu yang diselenggarakan benar-benar menjadi tempat bertarungnya para calon pemimpin yang berkualitas.