Pelawak Jadi Capres?
Banyak joke dan meme bertebaran menyerang kandidat lawan dalam kontestasi politik. Dari yang halus hingga yang sarkastik. Itulah resiko demokrasi. Lelucon menjadi salah satu jalan untuk mengkritisi. Bahkan mengumpat dan mencaci dengan balutan komedi.
MONDAYREVIEW.COM – Banyak joke dan meme bertebaran menyerang kandidat lawan dalam kontestasi politik. Dari yang halus hingga yang sarkastik. Itulah resiko demokrasi. Lelucon menjadi salah satu jalan untuk mengkritisi. Bahkan mengumpat dan mencaci dengan balutan komedi.
Diantara caleg juga ada komedian. Tentu tidak ada larangan atau etika yang dilanggar karena semua warga negara dengan syarat tertentu memiliki hak untuk dipilih. Bahkan diantara para komedia tak hanya mengandalkan popularitasnya sebagai selebritas. Mereka terbukti memiliki daya kritis yang tinggi, kesadaran politik yang bagus, dan tenhtu saja kemampuan komunikasi massa bahkan komunikasi politik yang ‘laku’ untuk menjaring suara konstituen.
Komedian juga ada di deretan timses para kandidat. Sederet nama komika menjadi anggota timses paslon dalam pilpres 2019. Tentu dalam banyak kampanye peran mereka sangat besar. Dari menjadi magnet penarik khalayak untuk hadir di berbagai kegiatan hingga memandu dan mengisi acara. Di media sosial para komedian partisan ini pun efektif menyuarakan pesan politik kandidat yang didukungnya.
Adakah komedian yang saat ini maju menjadi calon presiden? Ternyata ada. Kontestasi politik memberi hak kepada siapa saja untuk melaju sebagai kandidat baik dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif. Seorang pelawak tanpa pengalaman politik melaju cepat dalam pemilihan presiden Ukraina. Namanya Volodymyr Zelenskiy, 41 tahun.
Sang kandidat menawarkan wajah baru kepada pemilih yang muak dengan korupsi yang mengakar di sebuah negara di garis depan perselisihan Barat dengan Rusia. Ia berani menantang Sang Petahana Presiden Petro Poroshenko yang telah berkuasa satu periode.
Inilah hasil yang mengejutkan itu. Zelenskiy memperoleh 30,6 persen suara, dibandingkan dengan 17,8 persen Poroshenko, menurut jajak pendapat tiga jam setelah pemungutan suara ditutup. Sementara mantan Perdana Menteri Tymoshenko, memperoleh 14,2 persen suara.
Kenaikan popularitas dan elektabilitas Zelenskiy bertepatan dengan pemilih di seluruh dunia yang menggugat status quo. Publik internasional mendorong kekuatan anti-kemapanan. Isu kedekatan atau setidaknya sikap yang kurang tegas dari Petahana terhadap pengaruh Kremlin menjadi substansi kritik Sang Penantang. Terutama dalam sikapnya terkait pendudukan Rusia atas Semenanjung Krimea.
Kondisi Ukraina memang sedang sulit. Perang, resesi tajam, dan kejatuhan mata uang terjadi di Ukraina sebagai akibat dari Perang Krimea. Hal ini mengancam stabilitas ekonomi mereka. Tidak tertutup kemungkinan IMF untuk melakukan bailout terkait kondisi tersebut.
Tidak ada kandidat yang diprediksi memperoleh lebih dari setengah suara pada pemilihan akan berlangsung pada 21 April. Dari 39 kandidat , tidak ada pemenang yang mungkin ingin memindahkan Ukraina kembali ke orbit Rusia.
"Saya ingin mengatakan 'terima kasih' kepada semua warga Ukraina yang tidak memilih hanya untuk bersenang-senang," kata Zelenskiy kepada pendukung yang bersorak pada hari Minggu malam. "Ini hanya permulaan, kita tidak akan santai."
Poroshenko, Sang Petahana, berusaha menggambarkan Zelenskiy tidak layak untuk mewakili Ukraina di luar negeri, terutama dalam menghadapi Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pembicaraan internasional.
Calon Presiden Ukraina seperti Zelenskiy digambarkan rivalnya sebagai figur yang lembek, lentur, lembut, cekikikan, tidak berpengalaman, lemah, tak punya pijakan ideologi yang jelas dan ragu-ragu secara politik. Poroshenko mengingatkan apakah pemilih Ukraina akan meberi kesepatan pada Capres semacam itu.