Panen Perdana Lahan Gambut dan Cadangan Pangan

MONITORDAY.COM - Panen perdana padi di lahan gambut Kalimantan Selatan dikalkulasi mencapai lima sampai enam ton, dengan luasan 40 hektare dari lahan seluas 121 hentare. Masa tanam dari Oktober 2020 sampai Januari 2021. Pengelolanya kelompok tani setempat.
Program ini bertujuan mendukung ketahanan pangan sesuai program langsung presiden RI Joko Widodo. Meski tak lepas dari kekhawatiran bahwa lahan program pertanian di lahan gambut ini mengulangi kegagalan di tahun 1995, hahan gambut sebenarnya bisa untuk budidaya tanaman dengan syarat-syarat tertentu.
Pertama, lahan gambut harus berada di zona fungsi budidaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri LHK tahun 2017. Pemanfaatan lahan gambut dangkal yang terbengkalai di zona budidaya bisa untuk menambah nilai ekonomi sekaligus melindungi lahan gambut dari kerusakan.
Kedua, praktik budidaya tanaman harus memenuhi kaidah ramah gambut, yakni, tidak merusak ekologi gambut dengan tak mengeringkan gambut, tidak membakar lahan gambut, dan tidak mencemari lingkungan. Walau masih memungkinkan dengan berbagai syarat, pertanian di lahan gambut bukan tanpa tantangan.
Dari aspek sosial, masyarakat di wilayah gambut memiliki kebiasaan menyiapkan lahan dengan cara membakar sebelum menanam padi. Metode pembakaran dipilih karena praktis, murah, dan dipercayai sebagai cara menambah kesuburan.
Lahan gambut biasa ditumbuhi tanaman bawah yang lebat yang memerlukan upaya ekstra dalam pembersihan lahan. Dengan membakar, semua tanaman bisa langsung bersih. Namun, budaya membakar ini menyumbang emisi karbon besar dan pembakaran berulang akan menyebabkan gambut hilang.
Mengubah perilaku dari membakar jadi tak membakar bukanlah hal mudah karena seringkali tidak memiliki kapasitas cukup dalam segi keilmuan, keahlian maupun metode.
Dari sisi tanaman padi, tantangan besar dalam menanam padi di lahan gambut adalah ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Banyak lahan gambut sudah terbangun kanal untuk mengeringkan gambut demi kebutuhan perkebunan monokultur, misal, sawit. Pada musim kemarau, akan terjadi kekeringan dan tak ideal untuk menanam padi.
Kepala Badan BRGM-RI Hartono Prawiraatmadja mengklaim untuk kualitas padi yang ditanam diareal gambut seluas 121 hektare, dan dipanen hanya 40 hektare hasilnya lumayan bagus. Panen padi perdana di areal gambut ini di luar ekspektasi, luar biasa keberhasilannya. Andai tak terkendala bisa mencapai delapan ton.
Ekspektasi Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia (BRGM-RI), untuk mendongkrak pendapatan dan hasil panen melimpah untuk masyarakat bisa dibuktikan.
Cadangan Pangan
Keberhasilan pembangunan pertanian salah satunya ditandai dengan tersedianya pangan yang memadai untuk dikonsumsi masyarakat sepanjang waktu antar wilayah. Dalam artian bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin ketahanan pangan sampai tingkat perseorangan.
Berdasarkan rilis BPS (2018) produksi beras Indonesia mencapai 32,42 juta ton beras. Jika disandingkan dengan jumlah konsumsi beras nasional sekitar 29,57 ton maka diperkirakan terdapat surplus sekitar 2,85 juta ton beras. Kondisi tersebut merupakan refleksi atas komitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Mengacu pada prioritas nasional sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2015-2019, utamanya untuk memperkuat distribusi dan stabilisasi harga pangan dalam rangka akses pangan, maka dibutuhkan langkah kebijakan yang mendukung proses keberhasilannya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan sistem ketahanan pangan bersifat strategis.
Sistem ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri dari berbagai subsistem, yang mencakup ketersediaan pangan, keterjangkauan dan pemanfaatan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi atas interaksi ketiga subsistem tersebut. Subsistem keterjangkauan pangan mencakup aspek pengelolaan cadangan pangan. Aspek cadangan pangan menjadi salah satu komponen penting yang dapat berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara produksi dengan kebutuhan, serta mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan pangan yang bersifat sementara (transien) yang disebabkan gangguan atau terhentinya pasokan bahan pangan, misalnya karena rusaknya prasarana dan sarana transportasi akibat bencana alam, bencana sosial dan kondisi kemanusiaan lainnya.
Persoalan pangan tidak semata menjadi domain tanggung jawab pemerintah, namun perlu melibatkan dan memberdayakan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan cadangan pangan masyarakat sesuai dengan kearifan lokal. Pengembangan cadangan pangan masyarakat ini, memiliki dua sisi relevansi yakni :
Pertama, memantapkan keberadaan cadangan pangan untuk mewujudkan keterjaminan atas ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat. Untuk itu perlu ada sinergitas antar anggota kelompok penerima manfaat, penyuluh pertanian, aparat ketahanan pangan pusat dan daerah.
Kedua, mengembangkan peran serta masyarakat secara optimal untuk mengembangkan kelembagaan cadangan pangan masyarakat. Hal ini mengarah pada upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif di bidang pangan yang pengelolaannya dilakukan secara sinergis oleh kelembagaan lumbung pangan masyarakat.