Saatnya Teknologi Finansial Syariah Mengambil Peran

Pukulan berat terhadap ekonomi dunia oleh wabah sedang dirasakan dunia saat ini. Sektor finansial termasuk diantaranya. Hampir seluruh negara harus membongkar Anggaran Pendapatan dan Belanja masing-masing dengan realokasi total untuk bertahan dari serangan virus yang kini telah menelan lebih dari sejuta jiwa.

Saatnya Teknologi Finansial Syariah Mengambil Peran
halaman muka web ethis fintech syariah/ net

MONDAYREVIEW.COM – Pukulan berat terhadap ekonomi dunia oleh wabah sedang dirasakan dunia saat ini. Sektor finansial termasuk diantaranya. Hampir seluruh negara harus membongkar Anggaran Pendapatan dan Belanja masing-masing dengan realokasi total untuk bertahan dari serangan virus yang kini telah menelan lebih dari sejuta jiwa.

Pajak dilonggarkan bahkan beberapa diantaranya dihapus agar ekonomi dapat bergerak. Bantuan atau stimulus diluncurkan. Dan bunga serta skema pinjaman komersial diatur ulang. Peluang industri jasa keuangan pun terbuka dalam balutan teknologi finansial syariah. Bagi hasil dan bagi risiko antara pemberi pinjaman dan peminjam semakin niscaya. Dan platform digital menjembatani dengan hadirnya fintech atau teknologi finansial.  

Salah satu fintech syariah yang mencuri perhatian dunia mengusung bendera Ethis. Ethis adalah penyelenggara teknologi finansial syariah yang melayani pembiayaan berbasis Peer-to-Peer Financing, menghubungkan rekan Developer dan Komunitas Pemberi Pembiayaan secara digital. Ethis hadir untuk menciptakan iklim keuangan yang lebih inklusif bagi seluruh komunitas masyarakat Indonesia dengan sistem pembagian nisbah yang lebih adil.  

Secara umum, investasi dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal pada suatu usaha dan industri untuk mendapatkan keuntungan di kemudian hari. Dan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat -khususnya muslim- dengan kegiatan finansial yang sesuai dengan  syariat Islam, investasi berbasis syariah pun semakin banyak diminati. Di Indonesia sendiri, Hal ini terbukti dari pencapaian Indonesia pada 2019 lalu, yang berhasil menduduki posisi teratas di pasar keuangan syariah global melalui perolehan skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019 yang dilaporkan oleh Global Islamic Finance Report 2019.

Akad Syariah

Sebelum memulai investasi yang patuh syariah, beberapa hal berikut perlu kita titik beratkan sebagai langkah awal menilai apakah sebuah investasi sudah layak diakui sebagai investasi syariah;

1. Pihak yang Menyepakati Perjanjian/ Akad

Perlu adanya perjanjian antara kedua belah pihak (atau lebih) yang terlibat dalam investasi tersebut; pemilik modal dan pengelola dana. Seluruh pihak yang terlibat hendaklah memiliki kapasitas untuk menyepakati perjanjian ini; berakal, cukup umur dan memiliki kebebasan untuk menjalankan perjanjian tersebut sehingga mereka dapat bertanggung jawab sepenuhnya dengan kegiatan investasi yang akan dijalankan bersama.

2. Akad atau Perjanjian

Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwasanya investasi yang akan dijalankan menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti akad mudharabah dan musyarakah yang menggunakan prinsip kerjasama. Baik pemilik modal ataupun pengelola harus terlebih dahulu memahami kewajiban, hak dan resiko yang akan ditanggung sesuai dengan jenis akad/perjanjian yang disepakati.

Akad Fintech Crowdfunding

Shighah (lafaz Ijab dan Qabul) dalam akad ini juga diperlukan untuk menyatakan kerelaan kedua belah pihak untuk menjalankan perjanjian yang dapat dilakukan secara lisan (tersirat) dan tulisan (tersurat).

 

Terkait akad, terdapat sebagian masyarakat yang masih bingung kenapa Islam tidak membenarkan sistem pinjaman berbunga seperti yang dilakukan pada usaha-usaha keuangan konvensional, padahal sistem ini terlihat lebih simple dan lebih minim resiko. Sebagai jawaban ringkasnya, selain karena pengharaman riba seperti yang tertera dalam Al-Qurán 2:275, Islam memperhatikan secara detail aspek keadilan dalam sebuah kontrak, dimana penanggungan resiko pada kontrak kerjasama adalah lebih adil bagi seluruh pihak dibanding sistem pinjaman berbunga yang mengabaikan unsur-unsur keadilan dimana terdapat kesulitan-kesulitan  yang mungkin dialami pengelola dana dalam praktik investasi tersebut.

3. Subjek Akad Berupa Modal/Dana

Dana yang diserahkan pemilik modal kepada pengelola tentu menjadi elemen penting sebuah investasi. Dana ini harus berupa uang tunai dan bukan dalam bentuk piutang si pemodal karena seseorang tidak dibenarkan menggunakan atau mengambil manfaat dari apa yang bukan miliknya. Selain itu, kesepakatan bagi hasil perlu ditetapkan pada saat akad dimana kedua belah pihak akan mendapatkan bagian masing-masing sesuai kesepakatan. Tidak dibenarkan apabila keuntungan hanya dimonopoli satu pihak saja.

4. Bentuk Usaha yang Didanai dalam Investasi tersebut

Pada investasi syariah, usaha yang didanai harus sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Sebagai contoh, pada investasi di bidang pembangunan, usaha pembangunan perumahan yang ditujukan sebagai hunian masyarakat tidak bertentangan dengan nilai syariat. Sedangkan investasi pada pembangunan tempat yang direncanakan sebagai pabrik pengelolaan dan penjualan minuman keras, bangunan untuk prostitusi atau hal lainnya yang melanggar nilai-nilai syariat tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan syariat Islam.

Di Indonesia, investasi syariah selain diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diawasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Kedua otoritas ini melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan selain dalam pengelolaan keuangan itu sendiri, juga dalam pemenuhan prinsip syariah oleh lembaga-lembaga yang menjalankan layanan keuangan berbasis syariah. Apabila lembaga tempat kamu akan berinvestasi sudah secara legal diakui oleh kedua otoritas ini, setelah memperhatikan keempat hal diatas, kamu dapat berinvestasi dengan lebih yakin dan tenang.

Pada perkembangannya penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending dinilai punya peran penting dalam menjangkau pembiayaan ke segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang tak terlayani perbankan.

Di tengah kondisi yang belum pasti selepas pandemi Covid-19, platform penyelenggara P2P sedang ketat-ketatnya menyeleksi UMKM yang akan diberi pendanaan.

Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede menjelaskan inilah waktunya yang tepat bagi pemerintah untuk berperan membantu pemulihan ekonomi para pelaku UMKM tersebut agar lebih mudah mendapatkan pinjaman.

Pemerintah bisa menjadi semacam pihak penjamin atau pihak ketiga, yang pada intinya menghasilkan digital footprint, sehingga pelaku UMKM tersebut mudah lolos seleksi karena layak ditawarkan untuk dibiayai para pendana (lender).

Pelaku UMKM yang masih konvensional itu kerap sulit diterima karena kita tidak bisa cek rekam jejak digitalnya. Inilah, pemerintah pusat atau daerah, bisa membantu kita dengan menginformasikan UMKM tersebut masih jalan atau tidak, menjadi binaan atau tidak, serta layak diberikan modal atau tidak.

Tumbur menjelaskan konsep ini serupa kerja sama platform P2P lending dengan para platform e-commerce, supaya bisa mengintip rekam jejak para penjual online yang menjadi borrower, atau dengan perusahaan yang pasokan produksinya dari UMKM yang menjadi borrower.

Begitu pula kerja sama bersama pemerintah. Apabila UMKM tersebut merupakan UMKM binaan, atau punya bukti mendapat bimbingan pemerintah, maka bisa lebih mudah dipercaya oleh platform, dan harapannya membuat para lender tertarik memberikan pinjaman.