Pandemi dan Urgensi Infrastruktur Digital
Covid-19 mengajarkan kita betapa pentingnya infrastruktur digital.

MONDAYREVIEW.COM – Covid-19 mengajarkan kita betapa pentingnya infrastruktur digital. Begitulah salah satu untaian kalimat yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Rapat Paripurna DPR Masa Sidang I tahun 2020/2021. Dalam pidato yang berisi penyampaian RUU APBN dan Nota Keuangan tersebut, Presiden menyampaikan bahwa pada tahun 2021 pemerintah akan memprioritaskan program pembangunan infrastruktur digital. Dengan anggaran 30,5 triliun rupiah, pemerintah akan serius mengembangkan ICT termasuk di dalamnya teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Anggaran itu akan difokuskan untuk mengakselerasi transformasi digital untuk penyelenggaraan pemerintahan, yakni mewujudkan pelayanan publik yang efisien dan cepat, seperti di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan. Anggaran itu juga bertujuan untuk mewujudkan inklusi masyarakat di wilayah prioritas pembangunan dan mendorong kesetaraan akses internet berupa tambahan akses internet pada sekitar 4.000 desa dan kelurahan di daerah 3T. Selain itu, anggaran infrastruktur Rp Rp 414 Triliun juga diantaranya akan diarahkan untuk memperkuat infrastruktur digital.
Program pemerintah terkait infrastruktur digital patut diapresiasi mengingat dalam beberapa periode ke belakang, Menkominfo pada kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan, “internet cepat buat apa?”. Beredar pula foto bangkai-bangkai mobil internet Kemkominfo yang sudah tak bisa dipakai lagi. Di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini, banyak warganet yang berandai-andai jika bus-bus tersebut berfungsi. Mungkin bisa digunakan untuk meringankan beban masyarakat terkait teknologi digital hari ini.
Tak dapat dimungkiri, infrastruktur digital memang belum menjadi program prioritas dalam pembangunan. Hal ini karena pemerintah lebih fokus pada sektor yang lebih konkrit. Misalnya kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan pertahanan. Teknologi informasi dan infrastruktur digital dianggap sebagai hal sekunder yang skala prioritasnya berada di bawah hal-hal tersebut. Bahkan dalam sektor pendidikan, mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dihilangkan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Yang tak boleh dilupakan oleh pemerintah adalah kesenjangan digital bukan semata-mata soal infrastruktur, namun juga terhadap akses terhadap perangkat digital. Soal akses ini amat erat kaitannya dengan tingkat perekonomian sebuah rumah tanggal. Kalangan menengah ke bawah jangankan memikirkan untuk mempunyai gawai yang canggih, untuk makan sehari-hari saja masih kesulitan. Untuk kasus ini diperlukan inisiatif pemerintah berupa program nyata untuk penyediaan akses terhadap internet bagi kalangan menengah ke bawah.
Setelah infrastruktur digital berhasil dibangun, kesenjangan digital berhasil diatasi, yang perlu dilakukan pemerintah adalah memasifkan literasi digital di kalangan masyarakat. Percuma saja jika seluruh infrastruktur digital terbangun, namun penggunanya masih menjadi produsen dan konsumen hoax. Bahkan tak perlu menunggu sampai infrastruktur digital terbangun, edukasi masyarakat mengenai literasi digital masti dimasifkan sejak sekarang. Dalam hal ini kita bisa meniru negara-negara di kawasan Skandinavia Eropa Utara yang mengajarkan literasi digital kepada pelajar sekolah menengah.
Terakhir adalah pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan dari program pembangunan infrastruktur digital yang dicanangkan. Seperti sudah dimafhumi bersama, budaya korupsi masih menjadi sumber masalah terbesar dalam pemerintah kita. Tak hanya di pemerintah, korupsi pun sudah menjalar ke masyarakat sipil. Hal ini memerlukan pengawasan dari semua pihak. Jangan sampai muncul koruptor yang tertangkap tangan melakukan korupsi dana transformasi digital.